Friday, December 22, 2006
Sebelum menikah dengan Hartini. Soekarno tidak melakukan Poligami
HBN tgl 19 Desember 1948 bukan hanya lahirnya PDRI
Tuesday, December 19, 2006
Kemitraan menyeluruh Indonesia-Belanda
----------------------------------------------------------------------------
Menteri Luar Negeri Belanda Bernard Bot dalam kunjungan kerjanya di Indonesia, bersama rekannya Hassan Wirajuda, telah menandatangani sebuah Letter of Intent, Naskah Pernyataan Kehendak, di Yogyakarta. Sebelumnya Menlu Belanda berada di Bali untuk mengenang 200an korban bom Bali, termasuk empat warga Belanda. Naskah Pernyataan Kehendak kedua negara akan dikembangkan menjadi suatu pernyataan bersama tentang "comprehensive partnership" atau kemitraan menyeluruh, yang akan ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan PM Jan Peter Balkenende, pertengahan tahun depan di Den Haag. Inilah puncak hubungan yang dua negara yang berbagi sejarah yang panjang, tetapi sekarang ingin melongok jauh ke depan.
Belum pernah dua menteri Belanda dan Indonesia saling berkunjung dan tatap muka begitu sering seperti Menlu Bernard Bot dan rekannya Hassan Wirajuda, dan juga sejumlah menteri kedua negara lainnya. Intensitas yang tinggi dan hangat itulah, yang kini membuahkan pernyataan itikad kerjasama menyeluruh. Demikian Menlu Hasan Wirajuda.
Hassan Wirajuda: "Dalam rangkaian konsultasi yang begitu intensif, kami sepakat untuk mengembangkan hubungan bilateral Indonesia ke arah suatu kemitraan menyeluruh, comprehensive partnership. Pada hari ini kami menandatangani dokumen letter of intend atau naskah kesepakatan untuk merampungkan dan menandatangani dokumen comprehensive partnership pada tahun depan. Dengan comprehensive partnership kita maksudkan upaya mengembangkan dan memperdalam, to expand and deepen berbagai aspek hubungan bilateral Indonesia-negeri Belanda. Bayangkan ini suatu tingkatan hubungan yang tidak hanya menyeluruh tapi juga menandakan pentingnya hubungan bilateral kedua negara."
Rekan Hassan, Menlu Bernard Bot, juga tak lupa menekankan hangatnya hubungan kedua negara. Apalagi, sebagai orang yang lahir di negeri ini, saya merasa memiliki perasaan khusus dengan Indonesia ini, katanya.
Bernard Bot: "Kunjungan terakhir saya ke Indonesia 17 Agustus 2005 menandai perubahan dalam hubungan antara dua negara. Sangat penting untuk tidak melihat ke belakang pada apa yang sudah terjadi, melainkan melihat ke masa depan untuk mencari tahu apa yang bisa dilakukan untuk memperbaiki hubungan yang sudah sangat baik ini antara dua negara. Saya bahagia hari ini kita dapat menandatangani nota kesepahaman yang sangat penting ini, karena menandakan awal hubungan baru di atas hubungan yang telah kami jalin, yang telah kami jaga tahun-tahun belakangan."
Yang juga penting, perluasan hubungan kedua negara ini juga akan mencakup bidang kerjasama agama. Menlu Bot mengakui pentingnya Indonesia sebagai negara demokratis yang bermayoritas Muslim sebagai pemain politik global
Bernard Bot: "Indonesia merupakan negara Islam terbesar dengan lembaga-lembaga demokratisnya. Ini menandakan bahwa Islam adalah agama perdamaian. Apabila negara-negara seperti Belanda dan Indonesia bisa bekerja sama, kami bisa menunjukkan kepada negara-negara lain di dunia bahwa di masa mendatang kami ingin membangun kerjasama antar agama. Selain itu kami juga ingin menunjukkan bahwa benturan antar peradaban tidak perlu. Malah sebaliknya, yaitu bahwa kami bisa bekerjasama untuk dunia yang damai."
Jakarta tentu gembira dan terpuji karena pandangan dan niat politik globalnya yang menentang dan memerangi "clash of civilization" yaitu benturan antar peradaban, kini juga disambut Belanda, negara yang menjadi jembatan penting Indonesia dengan Uni Eropa.
Laporan ini ditulis oleh wartawan Radio Nederland : Aboeprijadi Santoso
Saturday, December 16, 2006
Surat dari Let.Kol Dr M.Natsir Said SH kepada Westerling
Ada sebuah surat tertanggal 13 April 1977, ditandatangani oleh Let.Kol Dr M.Natsir Said SH selaku ketua Team Penelitian Sejarah Perjoangan SULSERA Kodam XIV (alamat jalan WR Supratman no.2 Ujung Pandang), yang bekerja sama dengan Universitas Hasanudin dan IKIP Ujung Pandang. Isinya berupa jawaban atas surat terdahulu tertanggal 8 Maret 1977 dari RPP Westerling yang meminta keterangan mengenai angka 40.000 korban Westerling di Sulawesi Selatan pada ahir tahun 1946. Dijelaskan oleh Let.Kol Natsir bahwa angka 40.000 muncul pertama kali setelah aksi polisionil pertama di Jawa. Angka ini dinyatakan oleh Kahar Muzakar (selaku komandan dari TRI Persiapan Sulawesi), KS Masud, Muhammadong, M.saleh Lahade dan perwira lainnya dari Sulawesi selatan beserta para perwira dari Markas Besar tentara Republik Indonesia. Dan inilah yang dilaporkan kepada Presiden Soekarno. Let.Kol Natsir juga menjelaskan bahwa dari data-data yang didapatkannya dari Onderafdeling Jeneponto, tercatat korban yang mati antara tahun 1945 - 1950 adalah sebesar 565 orang. Dimana 256 diantaranya berasal dari periode bulan Desember 1946 sampai Februari 1947. Apakah surat ini benar ?. Adakah surat dimaksud mendapat persetujuan dari Masyarakat Sejarawan Indonesia pada masa lalu dan sekarang ?. Rasanya ini perlu dikaji ulang kembali, khususnya berkaitan dengan 60 th peringatan "Korban Keganasan westerling di Sulawesi Selatan" Foto atas : Peringatan 1 tahun korban Westerling tanggal 11 Desember 1947 di Kepatihan Yogyakarta.
Friday, December 08, 2006
Rawagedeh 9 Desember 1947, 59 th yang lalu
Pada 59 th yang lalu, tepatnya tanggal 9 Desember 1947 telah terjadi pembunuhan masal yang dilakukan tentara Belanda didesa Rawagedeh Krawang. Saat itu, pagi hari desa diguyur hujan cukup deras yang mengakibatkan penduduk terpaksa tinggal didalam rumah. Tiba-tiba saja datang serombongan besar tentara Belanda yang melakukan penangkapan terhadap kaum laki-laki, dilanjutkan eksekusi tanpa prosedur hukum. Menurut catatan sebanyak 431 orang terbunuh langsung ditempat. Alasan tentara Belanda melakukan tindakan keji ini adalah mencari gerombolan ekstrimis yang menurut khabar bermarkas didesa tersebut. Selesai melakukan hal ini, pasukan Belanda pergi dari desa, meninggalkan sejumlah mayat yang diterlantarkan begitu saja. Mayat baru selesai dikubur pada sore harinya, atas usaha kaum perempuan. Kini pada lahan kuburan tua ini, didirikan Monumen Rawa Gedeh, dan kuburan lama telah dipugar menjadi kuburan baru dengan nama-nama mereka diatas nisan berbatu marmer. Memang Pemerintah kini telah peduli memperhatikan para pahlawannya, yang mati untuk kemerdekaan Republik Indonesia. Bagi para pengunjung yang datang, dapat mengunjungi makam, monumen dan musium kecil yang terletak disekitar situ serta bisa ikut membayangkan bagaimana terjadinya peristiwa Rawagedeh. Atas usaha Yayasan Rawagedeh, setiap tahun dilaksanakan peringatan peristiwa Rawagedeh. Dan sejumlah pejuang kemerdekaan serta pejabat Pemerintahan secara tetap melakukan peringatan ditempat ini. Tidak kurang Panglima TNI, Kasad, Gubernur Jawa Barat, Panglima Kodam 3 SILIWANGI, wakil duta besar Belanda dan pimpinan Partai Politik atau LSM tertentu pernah berkunjung ke monumen ini. Bagaimanakah duduk persoalan sehingga terjadi pembantaian ini ?. Cerita pokok yang selalu disampaikan adalah. Dalam usaha tentara Belanda mencari seorang tokoh pejuang bernama Kapten TNI, Lukas Kustaryo yang dianggap musuh no.1 Belanda, maka mereka mendatangi desa Rawagedeh. Menurut pengakuan Lukas belakang hari, dia tidak tahu menahu soal dicari dirinya oleh Belanda. Bahkan dia belum pernah ke desa Rawagedeh. Lalu kenapa kenapa terjadi pembunuhan masal itu ?. Mungkin pemikiran sederhana yang selama ini dikaitkan dengan sejarah, masih belum beranjak pada tindakan sewenang-wenang kaum penjajah. Belanda menganggap rakyat Rawagedeh lah yang harus bertanggung jawab gagalnya pencarian Kapten Lukas tersebut. Padahal masih banyak misteri yang pantas dikaitkan desa Rawagedeh, terutama peristiwa lain yang menyangkut tokoh atau situasi politik-militer saat itu. Misalnya kenyataan bahwa, pada bulan Desember 1947, wilayah Krawang dan sekitarnya, sudah diduduki Belanda, yang merupakan hasil gerakan aksi polisionil pertama mereka, selama 1 bulan sejak tanggal 21 Juli 1947. Dimanakah kesatuan TNI saat itu ?. Rupanya menghadapi perundingan Renville Jnuari 1948, dimana disetujui wilayah Jawa Barat (kecuali Banten) akan diserahkan kepada Belanda, maka kesatuan TNI dari Divisi SILIWANGI siap akan dipindahkan ke Jawa Tengah. Pada umumnya mereka sedang berkemas dan dikonsinyir. Untuk memantau penghentian tembak menembak antara Indonesia-Belanda pada tanggal, 4 Agustus 1947, dibentuklah komisi internasional. Mula-mula apa yang disebut Panitia 6 Konsul (Amerika, Inggris, Cina, Perancis, Australia dan Belgia) dan akhirnya terbentuknya Komisi Tiga Negara (KTN, Amerika, Australia dan Belgia). Tanggal 27 Agustus 1947 Dewan Keamanan PBB menerbitkan resolusi untuk realisasi gencatan senjata. Sementara Belanda melalui Konperensi Jawa Barat tanggal 13 Oktober 1947, menunjuk RECOMBA untuk ikut campur mempersiapkan berdirinya negara Pasundan. Dan atas usaha sejumlah tokoh sunda yang pro Belanda didirikanlah Partai Rakyat Pasundan (PRP). Artinya sebelum Renville, Jawa Barat telah bergolak. Rakyat Jawa Barat yang anti Belanda pun ikut bergerak. Diantara para pentolan pemudanya ada seorang anggota API (Angkatan Pemuda Indonesia) Bandung bernama Soedjono. Soedjono kemudian hari (1949) juga muncul dalam pergolakan Kawi Selatan. Bersama sejumlah kelompok bersenjata dari Resimen Macan Citarum, khabarnya Soedjono mengadakan gerakan perlawanan terhadap Belanda didaerah Jawa Barat sebelah utara. Padahal Macan Citarum sebagai bagian dari Laskar Rakyat Rakyat Jawa Barat didaerah Krawang resminya telah dihancurkan TRI pada bulan Mei-Juni 1947. Ketika daerah Krawang diduduki Belanda, Laskar secara sporadis, muncul kembali. Tindakan sempalan Laskar Rakyat ini kadang terhitung brutal. Tentu saja bagi Belanda yang sudah menguasai daerah sekitar Krawang ini merupakan tantangan. Beberapa kejadian, seperti penyerangan patroli Belanda, pembunuhan orang-orang Cina, pembakaran, pemutusan kabel tilpun, pemotongan pohon pinggir jalan yang dipalangkan dan sebagainya banyak dituduhkan kepada kelompok mereka. Adakah hubungannya gerakan PRP, operasi pembersihan gerombolan ekstrimis, akan munculnya pemerintahan Pasundan melalui konpernsi Jawa Barat, dengan peristiwa Rawagedeh ?. Perlu penelitian tersendiri tentunya. Tapi yang pasti mereka yang dengan gigih tetap melawan Belanda saat itu dan gugurnya rakyat sipil yang tidak berdosa ini perlu dihargai dan mendapat perhatian Bangsa Indonesia umumnya.
Saturday, November 25, 2006
Karel Frederik Holle
Thursday, November 23, 2006
Pidato Men.Lu R.I. dalam acara peringatan 60 th Linggajati
Selamat pagi dan Salam Sejahtera.
Yang saya hormati Bapak Wakil Gubernur Jawa Barat. Bapak Nukman A.Hakim
Yang saya hormati Bapak H.Aang Hamid Suganda, Bupati Kuningan dan Ibu
Serta seluruh Muspida Kabupaten Kuningan
Yang saya hormati yang mulia Duta Besar Nikolaos van Dam Duta Besar Kerajaan Belanda. Untuk Indonesia.
Yang saya hormati Bapak Duta Besar Nana Sutrisna. Utusan khusus Presiden Republik Indonesia.
Yang saya hormati Bapak Rosihan Anwar. Sesepuh dan saksi sejarah dari perundingan Linggajati. Beliau adalah staf yang diperbantukan pada Lord Killearn.
Bapak-bapak Ibu-ibu hadirin yang saya muliakan.
Marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah Subhana Huwataala. Yang telah memungkinkan kita berkumpul pada pagi ini. Dalam acara peringatan peristiwa bersejarah perundingan Linggajati yang berlangsung ditempat ini 60 tahun yang lalu.
Bagi saya pribadi ini merupakan kunjungan yang kedua ke Musium Linggajati. Pertama kali saya lakukan pada awal atau pada masa saya memulai karir saya di Departemen Luar negeri. Saya ikut bergembira dalam kunjungan kali ini, dengan kerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Kuningan, saya ikut dalam acara mengangkat kembali dan mengingat peristiwa Perundingan Linggajati sebagai bagian dari sejarah perjuangan Republik Indonesia.
Ketika para pendiri Republik Indonesia memproklamasikan pada tanggal 17 Agustus tahun 45. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Itu adalah awal dari suatu perjuangan yang tidak ringan.dan tidak mudah dalam upaya menegakkan Negara Kesatuan yang diproklamirkan tersebut.
Ada dua cara dalam menegakkan kemerdekaan. Yang pertama adalah perjuangan bersenjata, atau fisik Yang kedua adalah diplomasi. Maka kita saksikan antara periode setelah kemerdekaan itu diproklamirkan sampai dengan 17 Agustus 1950, selama 5 tahun kita padukan dua cara tadi. Physical struggle atau perjuangan fisik dan perjuangan diplomasi. Untuk kita mencapai tujuan kita Negara Republik Indonesia yang tidak hanya kita proklamirkan, tapi mendapat pengakuan dunia.
Ada 3 tonggak penting dalam perjalanan perjuangan diplomasi kita. Kearah pengakuan tidak hanya dari kerajaan Belanda tapi dari negara-negara dan masyarakat Internasional. Yang pertama adalah perundingan Linggajati, yang diadakan antara 11 sampai dengan 14 November. Kita teringat kembali pelaku-pelaku utama dari perundingan tersebut. Sutan Sjahrir, Profesor Schermerhorn dan Lord Killearn. Saya menyebutkan tadi bahwa Bapak Rosihan Anwar adalah staf yang diperbantukan pada Lord Killearn yang menjadi saksi sejarah. Tonggak diplomasi lain dalam proses perundingan adalah perundingan Renville yang diadakan pada tanggal 17 Januari tahun 48, dikapal Amerika Serikat USS Renville yang berlabuh dipelabuhan Tanjung Priok. Dan yang ketiga adalah perundingan Meja Bundar. Atau Round Table Conference yang diselenggarakan di kota Denhaag Negeri Belanda, yang berujung pada perjanjian Meja Bundar yang ditanda tangani pada tanggal 27 Desember tahun 49. Dari ketiga tonggak proses prundingan tersebut, yang kita miliki secara fisik, baik tempat maupun gedungnya hanya yang Linggajati ini. Yang dua lainnya tadi yang satu kapal asing kapal Amerika Serita dan ketiga Denhaag Negeri Belanda.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa menghargai sejarahnya. Telah saya katakana tadi, sejarah perjuangan diplomasi kita bukanlah perjuangan yang mudah. Saya katakan kepada Duta Besar Belanda pada perjalanan kereta api dari Jakarta ke Cirebon. Dalam 3 jam lamanya berbincang tentang sejarah masa lalu Indonesia-Negeri Belanda. Saya katakana yang kita lawan waktu itu bukalah hanya Negeri Belanda. Bahkan tatanan internasional yang memang waktu itu tidak mengakui bangsa terjajah sebagai hak. Padahal bagi kita seperti tercantum dalam kalimat pertama pembukaan undang-undang dasar tahun 1945. Jelas dikatakan, kemerdekaan ialah hak segala bangsa oleh karena itu penjajahan diatas muka bumi harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri keadilan dan peri kemanusiaan. Tapi piagam PBB yang lahir hampir bersamaan pada akhir perang dunia ke II belum megakui hak bangsa terjajah. Oleh karena itu kita bukan hanya melawan Belanda tapi melawan system Internasional yang memang tidak mengakui apa yang para pemimpin kita dan rakyat kita meyakini hak kita untuk merdeka. Ini perjuangan yang tidak mudah saya katakana tadi. Karena itu dengan kombinasi kekuatan perjuangan fisik dengan perjuangan diplomasi selama 5 tahun periode perang kemerdekaan atau upaya menegakkan kemerdekaan, baru kita raih secara penuh apa yang dideklarasikan atau dinyatakan didalam Proklamasi 17 Agustus 45. Indonesia negara yang merdeka dan berdaulat. Negara yang mempunyai wilayah yang meliputi seluruh wilayah bekas Hindia Belanda.
Sedikit mengenai Perjanjian Linggajati itu sendiri. Dalam perjanjian Linggajati, jelas diakui eksistensi Negara Republik Indonesia. Dan untuk itu, untuk pertama kali negara yang baru dilahirkan duduk bersama dalam satu meja perundingan, sama rendah, sama tinggi dengan pemerintah Kerajaan Belanda. Tetapi perundingan dengan tidak dilakukan dalam kedudukan kedua pihak yang sama kuat. Karena itu kita lihat dalam perjanjian Linggajati, memang oleh pemerintah Belanda diakui Republik Indonesia tapi terbatas kepada secara defakto, Republik Indonesia yang meliputi Jawa, Sumatera dan Madura. Sementara bagian-bagian lain Indonesia yang kita kenal sekarang dalam berbagai propisni lainnya akan membentuk Negara Indonesia Timur yang nanti merupakan bagian dari Negara Indonesia Serikat.
Kita lihat dari konsepsi dari negara kesatuan yang dianut dalam UUD 45 yang perancangannya dilakukan di Pejambon 6. Yang disebut sekarang gedung Pancasila dalam lingkungan Kompleks Departemen Luar Negeri. Dibayangkan disepakati wilayah Republik Indonesia yang meliputi seluruh bekas Hindia Belanda. Tapi dalam Linggajati yang diakui adalah Jawa, Madura dan Sumatera. Dan dalam kaitan perjalanan sejarah ini, kita lihat terjadi perdebatan yang tidak ringan diatara kita. Mereka yang aktif dalam perjuangan fisik, mengecam persetujuan ini sebagai kapitulasi, kita menyerah pada tuntutan Belanda. Tapi kita melihat dalam sejarah dalam 5 tahun yang berwujud pada konperensi meja bundar, dimana jelas sekali serah terima kekuasaan, Transfer of Power, authority or souverenity. Dari kerajaan Belanda ke Indonesia. Tetapi yang kita terima adalah, yang kita sepakati waktu itu adalah Republik Indonesia Serikat. Konsep negara federal, dan bukan negara kesatuan yang dimaksud dalam UUD tahun 45. Jadi dapat kita bayangkan fase diplomasi kita yang zik-zak. Sedikitnya sebagai taktik. Memperoleh tidak hanya pengakuan dari Negeri Belanda Indonesia yang meliputi seluruh bekas Hindia Belanda, tapi juga yang diakui oleh masyarakat Internasional. Proses ini berahir dengan pernyataan Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus tahun 1950. Yang mengembalikan Negara Indonesia dari tadi yang sebagian-sebagian wilayahnya dalam konsep negara Indonesia serikat, negara federal, kembali kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam negara kesatuan kembali tahun 50 Indonesia untuk pertama kali diterima sebagai anggota Perserikatan Bangsa-bangsa.
Ini sejarah singkat saja. Tapi saya katakana sejarah bukan sesuatu yang suka atau kita tidak suka. Tapi fakta yang penting dalam proses dan masa waktu yang begitu bersejarah sangat menentukan bagi keberlangsungan dan eksistensi Republik Indonesia. Karena itu saya menyambut baik pemikiran Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan untuk melakukan upaya yang menyelamatkan dan memelihara tempat gedung bersejarah ini. Saya katakana tadi asas diplomasi yang telah dimulai tonggaknya dari sini. Kalau Bapak Bupati dan Gubernur Jawa Barat mungkin ini sebagai tonggak perjuangan kemerdekaan Bangsa, saya mengklaim inilah tonggak penting, saksi pentinga dari Sejarah Diplomasi Indonesia.
Seperti halnya dengan kerja sama erat Pemerintah Jawa Barat, kita juga melanggengkan peristiwa bersejarah Konperensi Asia-Afrika April tahun 1955. Baru pada tahun 2005, April yang lalu, kiita memperingati yang kelima puluh. Dan meningkatkan musium Asia Afrika dalam bentuk dan penataan yang lebih baik. Karena itu kami juga dari Departemen Luar Negeri dengan senang hati kami bekerja sama dengan Bapak Bupati, bagaimana kalau kita lestarikan, kita sempurnakan dan menjadikan gedung perundingan Linggajati ini sebagai gedung bersejarah kita. Ada banyak hal yang bisa kita lakukan, tidak hanya dilingkungan pemugaran secara fisik, tapi juga melengkapi dengan peragaan-peragaan, foto-foto. Dan untuk itu saya telah berbicara dengan yang mulia duta besar Nikolaus van Dam, untuk kita bersama-sama, melestarikan gedung atau tempat beresejarah, sebab adalah kepentingan kedua bangsa. Kita boleh suka atau tidak, tetapi sebagai suatu bangsa yang besar yang patut menghargai sejarah kita, kita melakukan upaya upaya.
Seperti dikatahui saya dan menteri luar negeri Berdard Bot dari Negari Belanda, sedang merancang. Mudah-mudahan pada akhir tahun ini dapat kita tanda tangani suatu deklarasi tentang kemitraan konprehensip. Koprehensif Partnership antara Indonesia dan Belanda. Saya sudah pesan pada Duta Besar van Dam, bahwa salah satu dari berbagai sisi kerja sama kita adalah preservasi gedung tempat bersejarah. Sebab kita memerlukan dari Belanda tidak kurang foto-foto, dokumen-dokmen yang sering kali tidak banyak kita miliki. Kita bisa display, kita bisa peragakan digedung ini sehingga setiap pengunjung belajar dengan begitu menghargai sejarah masa lalu kita.
Fakta bahwa 60 tahun kemudian kita mampu mendiskusikan bahkan dengan pihak Belanda termasuk saya dengan duta besar van Dam dengan kepala dingin sejarah masa lalu kita itu. Sesungguhnya mencerminkan penataan kita sebagai bangsa, Belanda sebagai bangsa. Lalu pada masa khusus tahun lalu, menteri luar negari Belanda atas nama pemerintah kerajaan Belanda atas pertimbangan moral dan politik, mengakui untuk pertama kali kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus tahun 45.
Ini menyangkut penting yang membuka peluang bagi kita bekerja sama. Memasuki sedang merancang suatu kerja sama kemitraan konprehensip. Jadi betapa kita merenungkan kesalahan masing masing.Ya kita pernah menjadi lawan, tapi tidak meningkari pada waktunya kita menjadi kawan dan bekerja sama secara saling menguntungkan.
Sekali lagi saya ingin menyampaikan ucapan selamat pada Bapak Bupati dan penghargaan saya atas upaya-upaya mulia yang Bapak lakukan dengan dukungan seluruh muspida dan warga Kabupeten Kuningan. Kami dari pemerintah pusat akan melakukan apa yang kami bisa untuk ikut mewujudkan cita-cita Bapak
Demikian atas perhatian, saya ucapkan terima kasih. Wabillahi Taufik Walhidayah , Wasalamualikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Transcript oleh Rushdy Hoesein.
Sunday, November 12, 2006
Linggajati, Bukti Keberhasilan Diplomasi
Tuesday, November 07, 2006
Bioskop Jakarta yang akan dan sudah digusur
Mencermati Megaria yang akan digusur (?)Kita pantas terkenang masa lalu. Megaria dahulu bernama Metropole. Merupakan biskop diperuntukkan bagi golongan elite yang tinggal didaerah Menteng dan sekitar. Didirikan pada tahun 1949, dan terletak diarea cukup luas dipertigaan jalan Diponegoro dan Pegangsaan Jakarta pusat. Masih terbayang bagi generasi yang kini berumur 50 tahun keatas, kemegahan masa lalunya. Kita bisa nyaman berkunjung untuk pertunjukan jam 16.00, 19.00 dan 21.00. Bagi pengendara mobil pribadi, bisa memarkir mobilnya tanpa khawatir dijawab “parkir penuh”. Sebelum jam pertunjukan para calon penonton, dapat jalan2 melihat-lihat etalase toko2 dibawah. Dan bagi yang mau makan, diteras atas ada restoran. Restoran ayam bakar dibelakang rasanya baru ada pada tahun 70-an. Dibelakang situ masa lalu, masih dipakai parkir motor dan sepeda. Beli karcis bisa pada dua loket disebelah depan kiri dan kanan tangga. Tangga pintu masuk juga ada dua. Didepan dan samping kiri. Sesudah karcis disobek, penonton kelas loge dan balcon, langsung masuk pintu utama. Bagi penonton stales, lewat lorong samping. Lorong ini juga dipakai untuk pergi ketoilet. Dan kalau bioskop bubar, penonton keluar lewat samping kanan atau belakang. Ketika model teater 21, tentu saja kenyamanan masa lalu berubah. Kesan luasnya ruang bioskop ketika berdiri dipintu loge, juga tidak bisa dinikmati lagi. Bioskop bagi kelas menengah yang sudah tiada, adalah “Rex” dibilangan kramat bunder. Letaknya tidak beberapa jauh dari pintu kereta api Senen. Dahulu bioskop ini terhitung ramai dikunjungi, karena terletak dekat pusat perbelanjaan, hiburan dan lokalisasi pelacuran. Alhasil bertetangga dengan “Planet Senen”. Agak ke barat, dijalan Keramat Raya, kini masih berdiri tegak bisokop Keramat. Dahulu bernama “Grand”. Seperti Rex, Grand ramai dikunjungi penonton karena dicapainya mudah. Kalau kita naik opelet atau trem listrik, cukup stop dihalte dan jalan sedikit. Sebelum pertunjukkan, calon penonton bisa nyebrang jalan dan minum ice cream “Baltic atau Artic”. Restoran Baltic masih ada sekarang meskipun bentuknya mini. Keramat Raya 30-40 tahun yang lalu masih lengang. Paling-paling diramaikan oleh sepeda,beca dan Delman. Rasanya memang masalah bioskop Jakarta saat ini “miskin penonton
Pahlawan 10 November 1945 yang gugur di Ceram
Sunday, October 22, 2006
Sajak Pak Dirman
Dwidjosewojo tokoh lembaga keuangan rakyat zaman kolonial
AMSTERDAM GATE RIWAYATMU
Sunday, October 15, 2006
Mengenang 60 th perundingan Linggajati
Tgl 22 Oktober 1946 jam 5 sore (jam 17.00) bertempat di Pegangsaan Timur no.56 Jakarta mulailah dilangsungkan perundingan politik antara Indonesia dan Belanda. Mungkin sore itu seperti juga sekarang cuaca terasa panas dan kadang turun hujan rintik-rintik. Maka berhadapanlah dua delegasi. Belanda dipimpin Prof Ir Schermerhorn dan Indonesia dipimnpin Sutan Sjahrir. Perundingan politik ini dimaksudkan untuk membicarakan soal dekolonisasi bagi Indoneasia. Perundingan yang berlangsung ditempat kediaman Sjahrir ini, dipimpin oleh Schermerhorn. Jalannya perundingan antara lain sebagai berikut : Oleh kedua delegasi disadari Republik Indonesia sudah berdiri dan berdaulat. Tapi Belanda tidak bisa menerimanya begitu saja. Menghadapi ini semua Komisi Jenderal yang diketuai oleh mantan Perdana menteri Schermerhorn beranggapan, tidak ada gunanya membicarakan masalah ini secara parsial dan sebaiknya langsung dalam bentuk hasil akhirnya. Dengan demikian dicegah reaksi tidak perlu apabila dipahami gambarannya secara menyeluruh. Methoda perundingan disepakati untuk merumuskan tujuan akhir yang ingin dicapai, kemudian mundur kepada situasi saat itu. Hal ketiga yang diusulkan Schermerhorn, kedaulatan negara yang dikenal dalam dunia internasional pada masa lalu, telah berubah. Kini muncul ikatan-ikatan kerja sama antara negara2 yang mempengaruhi dan berkurangnya kedaulatan masing2. Maka dari itu bentuk baru ini seyogyanya diiktiarkan dan menjadi solusi antara Indonesia-Belanda. Perdana Menteri Sjahrir sebagai ketua delegasi Indonesia, menyampaikan buah pikirannya bahwa secara teoritis pendapat Schermerhorn dapat diterima. Tapi rakyat menginginkan hal yang lebih konkrit dan nyata. Mungkin saja perundingan dapat menghasilkan sebuah proyek yang hebat, tapi apa artinya kalau tidak disetujui rakyat ?. Sebuah kerja sama bisa saja dicobakan, tapi perlu disadari bahwa rakyat Indonesia merasa mampu mengatasi nasibnya sendiri dengan kekuatan sendiri. Anggota yang lain yaitu Mr Roem mengusulkan agar yang dipaparkan oleh Schermerhorn dituangkan dalam bentuk tertulis sehingga bisa dipelajari bersama. (Saat itu belum dibuat draft perundingan Linggajati seperti yang dikenal saat ini). Rupanya de Boer sependapat dengan Sjahrir bahwa rakyat harus mendapat kejelasan bentuk kerja sama Indonesia-Belanda dimasa datang. Hal ini dipertegas oleh van Poll adanya kepastian mutlak orang Indonesia akan menjadi tuan rumah dinegerinya sendiri. Namun tanpa meninggalkan bentuk kerja sama dikedua bangsa. Sjahrir me-ngingatkan kenyataan rakyat merasa Belanda tidak mempunyai niat yang jelas. Oleh karena itu harus dibuktikan bahwa kemungkinan2 yang diajukan cukup realistis,
Tuesday, October 03, 2006
Mas Marco tokoh pergerakan yang wartawan
Saturday, September 30, 2006
Sneevlit membawa Komunisme ke Hindia
Monday, September 25, 2006
Lahirnya dan bubarnya RIS
Berbicara konflik Indonesia-Belanda 1945-1949, sebenarnya kan berkaitan dengan proses dekolonisasi. Sejak tahun 1945, ketika Belanda kembali ke Indonesia, targetnya kan jelas. Yaitu Belanda angkat kaki, tapi dengan legowo dan tidak meninggalkan permusuhan. Waktu awalnya perundingan tawar-menawar tidak jauh dari pidato Ratu Wilhelmina 7 Desember 1942, yaitu Belanda berkuasa lagi sebagai kolonialis tapi bukan dengan gaya sebelum perang dan yang penting janji kemerdekaan itu ada. Tapi kapan ?. Kepastian ini amat sumir. Makanya rakyat bersenjata tidak bisa terima. Meskipun kedua pemerintah berusaha agar tidak saling bunuh, tapi suasananya sudah bersifat konflik bersenjata. Pokoknya "No War no Peace"lah. Karena ditekan Inggris, Indonesia-Belanda ahirnya berunding dan berunding lagi. Ketika Hoge Veluwe, pada bulan April 1946 itu kenyataan yang engga bisa dihindari bahwa undang-undang dasar Belanda tidak mungkin memberikan konsesi lebih jauh dari itu, disamping Belanda akan menyelenggarakan pemilihan umum pada bulan Mei 1946. Perimbangan politik yang mendukung Kolonial jalan terus atau bubar amat tipis.(PvdA tidak keberatan Kolonial angkat kaki dari Indonesia, sedangkan KVP ditambah kaum liberal yang tidak mau rugi mengharapkan bisa bertahan terus). Cilakanya kaum pro Kolonial menang tipis sehingga Beel naik jadi Perana Menteri. Makanya Belanda terus mendatangkan pasukan ke Indonesia. Gencatan senjata yang terjadi pada bulan September-Oktober 1946 itu bukan Armitice tetapi Truce atau sekedar penghentian permusuhan semata. Untungnya atas persetujuan parlemen Belanda, dibentuk komisi jenderal yang ketuanya adalah mantan Perdana menteri Schermerhorn (dari PvdA). Komisi Jenderal itu tugasnya sebagai delegasi Belanda untuk berunding dengan delegasi Indonesia, kalau perlu dengan Presiden Soekarno. Sebagai penengah Inggris mengirim diplomat kawakannya, Lord Killearn. Maka pada bulan Oktober dan November 1946, diadakanlah perundingan Indonesia Belanda di Jakarta dengan puncaknya di Linggajati Kuningan Jawa Barat. Hasilnya Belanda mengakui R.I (yang diproklamir tanggal 17 Agustus 1945) secara defakto meliputi Jawa dan Sumatera. Akan dibentuk Negara Indonesia Serikat yang akan mengambil oper seluruh bekas jajahan Hindia Belanda dan dibentuknya suatu Uni Indonesia-Belanda dimana ketuanya adalah Ratu Belanda. Hasil perundingan ini yang berbentuk persetujuan, diparaf pada tanggal 15 November 1946. Pihak Indonesia tidak mendapat halangan berat untuk meratifikasi dalam sidang KNIP (februari 1947), tapi di Belanda perundingan parlemen cukup alot. Makanya yang muncul hasil perundingan November 1946 yang ditambah dengan penjelasan-penjelasan akibat interpretasi sepihak. Sampai saat ini para sejarawan Indonesia dan Belanda menganggap adanya dua macam hasil perundingan Linggajati. Yang pertama yang telah diparaf tahun 1946 dan yang kedua setelah diolah oleh parlemen Belanda itu yang dikenal sebagai "Linggajati yang disandangi".Tapi ahirnya pada 25 Maret 1947 Persetujuan Linggajati jadi juga ditanda tangani. Tapi suasana ini sudah tidak sebaik tahun 1946. Bau mesiu sudah menyengat sekali. Aksi Polisionil Belanda yang pertama yang dimulai tgl 21 Juli 1947, tidak mendatangkan kemajuan berarti, makanya Indonesia-Belanda berunding lagi. Sekarang ditengahi PBB yaitu yang namanya Komisi Tiga Negara (KTN terdiri dari Australia, belgia dan Amerika Serikat). Tempat perundingan diatas kapal Amerika USS Renville. Perundingan dilanjutkan di Kaliurang Yogyakarta. Beel mantan Perdana Menteri Belanda diangkat menjadi Wakil Mahkota Belanda. Meskipun pangkatnya lebih tinggi, tapi resminya kan menggantikan van Mook sebagai penguasa Hindia Belanda. Konsep tokoh KVP ini adalah Pemerintahan Interim dimana Belanda masih berkuasa. Kapan itu berahir ?. Karena dianggap pihak R.I, sudah tidak mungkin diajak berunding lagi, maka diadakanlah Aksi Polisionil Belanda ke II yang tujuannya meniadakan R.I. Ibukota Yogya diserbu pada tanggal 19 Desember 1948. Sekarang dunia yang memprotes dan menganggap Belanda melakukan agresinya. Resolusi dikeluarkan sehingga tercapai gencatan senjata lagi. Ada 4 tempat Belanda-Indonesia berkonflik secara diplomatik dan Militer. Pertama dalam perdebatan diplomasi dalam sidang PBB antara Palar dan Dr Coa Sek In dengan van Roijen. Yang kedua secara militer di Jawa dan Sumatera pada basis-basis gerilya antara Soedirman dan Spoor. Yang ketiga di Bangka antara Hatta sebagai pimpinan bangsa mantan Peradana menteri dengan pihak Belanda (tentu saja Beel) termasuk dengan kedatangan Perdana menteri Drees pada bulan Januari 1949. Ini ditengahi KTN dengan Tokohnya Cocran (Amerika Serikat), Heremans (Belgia) dan Critchly (Australia). Dalam hal Bangka BFO (permusyawaratan negara Federal) dengan ketuanya Anak Agung Gde Agung bermain sangat manis. Seyogyanya mereka merupakan alat Beel untuk menggolkan sistim pemerintahan interim, tapi justru berhasil berunding dengan para pemimpin RI di Bangka yang memunculkan rencana menyelenggarakan Konperensi Inter Indonesia. Beel gagal total sehingga minta mundur. Sedangkan Jenderal Spoor mati misterius. Yang keempat adalah PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia) dengan ketuanya Sjafroedin Prawiranegara. Dengan adanya PDRI yang menerima mandat saat Yogya diserang, maka pemeritah RI tetap eksis sehingga, Soedirman punya dasar untuk terus bergerilya. Demikian pula Palar dan Coa Sek In tetap bisa berdebat dengan van Roijen di New York sehingga PBB yang kini merubah KTN menjadi UNCI (United Nation Comission for Indonesia) dapat terus mendesak kedua pihak untuk berunding. Atas tekanan Amerikalah, Belanda (antara lain berkaitan dengan Marshal Plan) harus menerima resolusi PBB guna memulai perundingan Meja Bundar di Den Haag. Tapi sebelum itu Pemerintahan R.I harus dikembalikan lagi ke Yogya. Mengawali Konperensi Inter Indonesia, diadakan pernyataan Bersama Roem-Roijen sebagai wakil Soekarno-Hatta dan Pemerintah Belanda. Ketika Sjafroedin Prawiranegara mengembalikan mandatnya dengan lebih dahulu tentara Belanda ditarik dari wilayah Republi kemudian Bung Karno dan Bung Hatta kembali ke Yogya. Maka Pemerintahan R.I pun berlaku kembali. Setelah Konperensi Meja Bundar yang berlangsung pada Agustus 1949, maka terbentuklah Negara Republik Indonesia Serikat. Soekarno diangkat sebagai Presiden RIS dan Hatta sebagai Wakil Presidennya merangkap Perdana menteri. Mereka dilantik pada Bulan Desember 1949 sebelum berlangsungnya Penyerahan Kedaulatan dari Belanda kepada Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949. Republik Indonesia ada sejak tanggal 17 Agustus 1945, Tetapi RIS baru ada sejak Desember 1949 atau resmi sebagai negara berdaulat pada tanggal 27 desember 1949 itu. Demikianlah kenyataan sejarah R.I dalam struktur yang kita kenal sampai sekarang. Tanpa mau menutupi, umur RIS tidak lama karena secara sepihak RI telah meniadakannya dengan kembali kepada negara kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950.
Friday, September 15, 2006
61 TAHUN RAPAT RAKSASA IKADA
INDONESIA MERDEKA
Pada tanggal 17 Agustus 1945 jam 10.00 pagi hari bertempat dimuka rumah dijalan Pegangsaan Timur no.56 telah diadakan upacara PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA. Dalam peristiwa ini Ir Sukarno dihadapan rakyat Jakarta Raya membacakan teks Proklamasi yang berbunyi : Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan KEMERDEKAAN INDONESIA, hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain, diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Peristiwa ini dapat berlangsung berdasarkan musyawarah para pemuka rakyat dari seluruh Indonesia menjelang pagi hari dirumah Laksama Maeda jalan Imam Bonjol no.1[1] Jakarta, yang berpendapat bahwa telah tiba saatnya untuk menyatakan kemerdekaan itu. Mengingat lembaga dimana para pemuka rakyat Indonesia ini bergabung pada zaman Jepang bernama PANITIA PERSIAPAN KEMERDEKAAN INDONESIA (disingkat PPKI) maka dapat dikatakan lembaga inilah yang kemudian bertugas dan bertanggung jawab melaksanakan tindak lanjut amanat PROKLAMASI. Pada tanggal 18 Agustus 1945 bertempat digedung BP7 sekarang[2], Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mengambil keputusan, mensahkan dan menetapkan UUD dasar negara Republik Indonesia. Isi UUD ini yang utama adalah membentuk Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan ditangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian. Setelah itu PPKI melaksanakan pemilihan Presiden dan wakil Presiden yang dalam hal ini secara aklamasi disetujui Bung Karno sebagai Presiden dan Bung Hatta sebagai wakil Presiden. Selain itu ditetapkan pula bahwa untuk sementara waktu Presiden dibantu oleh sebuah Komite Nasional (KNI). Pada tanggal 19 Agustus 1945 PPKI menetapkan adanya 12 Kementerian dalam Pemerintahan NKRI dan pembagian daerah menjadi 8 Propinsi yang dikepalai seorang Gubernur. Setiap Propinsi dibagi dalam Kresidenan yang dikepalai oleh seorang Residen. Gubernur dan Residen dibantu oleh Komite Nasional daerah. PPKI berhubung dengan semangat baru dalam alam kemerdekaan, secara singkat kemudian disebut PANTIA KEMERDEKAAN (PK) [3]. Dalam sidangnya tanggal 22 Agustus 1945 PK membentuk Komite Nasional, Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Badan Keamanan Rakyat. Anggota KNI pusat (KNIP) dilantik pada tanggal 29 Agustus 1945 oleh Presiden Sukarno.bertempat digedung Kebudayaan (sebelumnya bernama gedung Komidi sekarang gedung Kesenian). Dalam sidang KNIP malam hari telah terpilih Mr Kasman Singodimedjo sebagai ketua, Sutardjo Kartohadikusumo sebagai wakil ketua I, Mr.J.Latuharhary sebagai wakil ketua II dan Adam Malik sebagai wakil ketua III. Pada tanggal 31 Agustus 1945, atas perintah Presiden dikeluarkan maklumat Pemerintah yang berisi, berhubung dengan pentingnya kedudukan dan arti KNI untuk memusatkan segala tindakan dan susunan persatuan rakyat maka gerakan dan persiapan PNI untuk sementara waktu ditunda dan aktivitasnya harus dicurahkan kedalam KNI. Kabinet pertama (Presidensiel) baru terbentuk pada tanggal 5 September 1945 dimana Bung Karno bertindak selaku perdana menteri dan sejumlah pemuka ditunjuk sebagai menteri dalam 12 Kementerian yang disebut diatas. Pemerintahan ini juga memiliki 4 orang menteri negara dan 4 pimpinan lembaga lainnnya yaitu, Ketua Mahkamah Agung, Jakasa Agung, Sekretaris Negara dan Juru bicara negara.
IBUKOTA JAKARTA
Daerah Jakarta Raya dizaman Jepang berbentuk daerah khusus kota besar (Tokobetsu) dan Soewiryo menjabat wakil walikota. Pada saat kemerdekaan tahun 1945 Soewirjo mengambil alih jabatan walikota tersebut kemudian menunjuk Mr Wilopo sebagai wakilnya. Meskipun Pak Wirjo begelar Walikota namun dia lebih dikenal sebagai Bapak Rakyat Jakarta. Sebagai orang yang berkecimpung lama dalam Pemerintahan Kota aktifitas beliau amat khusus. Kantornya dibalai kota jalan Merdeka selatan Jakarta sekarang. Saat Proklamasi 17 Agustus 1945 dipegangsaan timur 56, Pak Wiryo bertindak selaku ketua panitia mempersiapkan dan menyelenggarakan acara tersebut. Ketua KNI Jakarta Raya adalah Mr Mohammad Roem. Pengurus pusat Komite Nasional dan cabang kota Jakarta serta pengurus besar PNI berkantor dibekas gedung Jawa Hokokai (sekarang gedung Mahkaman Agung disamping Departemen Keuangan lapangan Banteng Jakarta). Gedung milik RI inipun dipergunakan sebagai tempat rapat-rapat kabinet yang pertama. Setelah 17 Agustus 1945, berita Proklamasi dari Jakarta segera menyebar kseluruh tanah air melalui media elektronik (saat itu radio dan kontak-kontak telegrafis) dan cetak maupun dari mulut kemulut. Dengan sendirinya timbullah reaksi spontan yang amat bergelora. Akibatnya selama bulan Agustus dan September 1945 telah diadakan berbagai kegiatan massa seperti rapat-rapat regional wilayah maupun rapat-rapat lokal ditingkat kecamatan-kelurahan atau pada tempat-tempat berkumpul lainnya. Rapat wilayah kota Jakarta yang cukup besar terjadi pada ahir bulan Agustus 1945. Yaitu rapat rakyat dalam rangka menyambut berdirinya KNI yang bertempat dilapangan Ikada. Setelah rapat bubar, sebahagian massa mengadakan gerakan pawai berbaris mengelilingi kota dengan mengambil rute Ikada, Menteng Raya, Cikini dan Pegangsaan Timur. Dimuka rumah Pegangsaan Timur 56, Presiden Sukarno dan Ibu Fatmawati serta sejumlah menteri menyambut[4].
RAPAT RAKSASA IKADA
Kegiatan rakyat seperti ini menarik perhatian pihak Jepang dan khawatir akan menimbulkan hal-hal yang berlawanan dengan dengan ketentuan penguasa Jepang sesuai instruksi sekutu[5]. Maka pada tanggal 14 September 1945 dikeluarkan larangan untuk berkumpul lebih dari 5 orang. Ditambah larangan untuk melakukan kegiatan-kegiatan provokasi yang memunculkan demonstrasi melawan penguasa Jepang. Padahal saat itu sedang dipersiapkan sebuah rapat yang lebih besar dan sudah bersifat rapat raksasa yaitu Rapat Raksasa Ikada. Ide pertama rencana tersebut, datangnya dari para pemuda dan mahasiswa dalam organisasi Commite van Actie yang bermarkas di Menteng 31 Jakarta[6], untuk mengadakan peringatan 1 bulan Proklamasi pada tanggal 17 September 1945. Gagasan ini didukung oleh Pak Wirjo selaku walikota Jakarta Raya dan ketua KNI Jakarta Raya, Mr Mohammad Roem. Maka dengan serentak Pemuda-Mahasiswa menyelenggarakan persiapan teknis berbentuk panitia. Lebih lanjut kemudian mereka mengkomunikasikan rencana tersebut pada pimpinan rakyat tingkat kecamatan (saat itu bernama Jepang, Siku) maupun kelurahan. Akibatnya berita ini menyebar amat luas sampai keluar Jakarta. Tapi rencana ini tidak dapat segera terlaksana karena Pemerintah Pusat menolak menyetujuinya dengan pertimbangan kemungkinan terjadinya bentrokan fisik dengan tentara Jepang yang masih berkuasa yang seperti dikatakan diatas, sudah befungsi sebagai alat sekutu. Melihat situasi ini pihak panitia kemudian memundurkan acara menjadi tanggal 19 September 1945 dengan harapan Pemerintah mau menyetujuinya Menurut Pemuda-Mahasiswa Rapat Raksasa ini amat penting. Karena meskipun gaung Kemerdekaan sudah menyebar kemana-mana sejak Proklamasi, namun rakyat belum melihat terjadinya perubahan-perubahan nyata ditanah air. Misalnya hak dan tanggung jawab Pemerintah belum nampak dalam aktifitas kenegaraan sehari-hari, apalagi kalau dikaitkan dengan amanat Proklamasi. Maka Rapat Rksasa amat perlu untuk menggambarkan bahwa NKRI memiliki legitimasi sosial-politik dengan cara mempertemukan langsung rakyat dan pemerintah.. Dan dalam kesempatan ini diharapkan rakyat mendukung Pemerintah RI yang merdeka dan berdaulat. Mungkin Presidenpun akan memberikan komando-komandonya. Dalam perkembangan selanjutnya meskipun telah diadakan pertemuan antara panitia dan Pemerintah tetap tidak dicapai kata sepakat. Ahirnya pada tanggal 19 September 1945 tiba juga. Sejak pagi hari rakyat yang sudah yakin akan diadakan rapat raksasa tersebut sejak subuh pagi hari berduyun-duyun mendatangi lapangan ikada dan berkumpul membentuk kesatuan massa yang amat besar. Untuk menenangkan massa rakyat ini, pihak Pemuda-Mahasiswa mengajak bernyanyi. Atas usaha panitia, telah siap sistim pengeras suara yang cukup memadai, ambulance kalau-kalau diperlukan ada yang membutuhka pertolongan medis, dokumentasi yang dilaksanakan oleh juru foto dari kelompok ikatan jurnailistik profesional maupun amatir serta camera man Berita Film Indonesia (BFI). Pihak penguasa Jepang yang melihat derasnya arus rakyat yang menuju Ikada dan telah berkumpulnya massa yang besar, memanggil para penaggung jawab daerah Jakarta. Pak Wiryo dan Mr Roem mendatangi kantor Kempetai dan berusaha menjelaskan maksud dan tujuan dari berkumpulnya rakyat di Ikada dan mengatakan gerakan spontan ini hanya bisa diatasi oleh satu orang yaitu Presiden Soekarno sendiri. Tapi pihak Jepang tidak mau mengambil resiko dan mengirim satuan tentara yang dilengkapi kendaraan lapis baja. Penjagaan segera dilaksanakan oleh pasukan bersenjata dengan sangkur terhunus dilengkapi peluru tajam. Sementara kabinet Pemerintah RI tetap menolak. Bahkan ada berita kalau Presiden dan kabinetnya kalau perlu akan bubar. Mahasiswa segera mengambil inisiatip. Mereka mendatangi Presiden Soekarno pagi subuh tanggal 19 September 1945. Dijelaskan bahhwa Jepang tidak mungkin akan bertindak keras karena sesuai dengan tugas`sekutu, amat berbahaya bagi keselamatan kaum interniran[7]. Selain itu tentara Jepang akibat kalah perang telah kehilangan semanngat. Nampaknya Presiden mau diajak kompromi dan berjanji akan membicarakannya dalam rapat kabinet pagi hari.
RAPAT KABINET
Pada tanggal 19 September 1945 pagi hari memang berlangsung rapat kabinet untuk membicarakan antara lain akan dibentuknya Bank Negara Indonesia. Rapat yang sedang berlangsung digedung ex Jawa Hokokai[8] tidak kunjung selesai juga sampai waktu telah menunjukkan pukul 16.00. Para Pemuda-Mahasiswa mendesak terus agar Presiden segera berangkat ke Ikada. Mereka mengatakan bahwa tidak akan bertanggung jawab kalau masa berbuat sesuatu diluar kontrol, padahal rakyat hanya menginginkan kedatangan para pemimpinya untuk menyampaikan amanat sebagai kelanjutan Proklamasi. Sebagai jaminan Pemuda-Mahasiswa akan menjaga keselamatan para anggota kabinet tersebut. Ahirnya Presiden Sukarno mengambil keputusan akan ke Ikada. Bagi para anggota kabinet lainnya yang berkeberatan dipersilahkan untuk tidak ikut. Namun nyatanya semua yang hadir dalam gedung ex Jawa Hokokai dengan kendaraan masing-masing juga menuju Ikada. Presiden Sukarno dikawal Pemuda-Mahasiswa dengan menggunakan mobil menuju lapangan Ikada dengan lebih dahulu mampir di Asrama Prapatan 10 Jakarta karena akan bertukar pakaian. Ketika Presiden tiba rombongannya ditahan oleh sejumlah perwira Jepang utusan dari Jenderal Mayor Nishimura yaitu yang dipimpin oleh Let.Kol Myamoto. Jelas ini bukan Kempetai dan menggambarkan Jepang memakai kebijaksanaan lunak. Dalam pembicaraan tersebut Presiden menjamin akan mampu mengendalikan massa meskipun nampaknya massa rakyat sudah siap bentrok fisisk. Hal ini dapat terlihat dimana rakyat yang mempersenjatai diri dengan bambu runcing, golok, tombak dan sebagainya[9].
PIDATO 5 MENIT
Ternyata Presiden hanya bebicara tidak lebih dari lima menit lamanya. Yang isinya : Percayalah rakyat kepada Pemerintah RI. Kalau saudara-saudara memang percaya kepada Pemerintah Republik yang akan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan itu, walaupun dada kami akan dirobek-robek, maka kami tetap akan mempertahankan Negara Republik Indonesia. Maka berilah kepercayaan itu kepada kami dengan cara tunduk kepada perintah-perintah dan tunduk kepada disiplin. Setelah pidato Presiden selesai rakyat yang sudah bertahan di Ikada selama lebih dari 10 jam ahirnya bubar dengan teratur tampa menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Padahal kalau diperhitungkan massa yang besar tersebut sudah bersifat ancaman (prediksi) terjadinya konflik fisik yang mungkin dapat memunculkan pertumpahan darah yang tidak terkira. Nampaknya semua pihak puas. Rakyat puas atas kemunculan Presiden dan para menterinya. Demikian pula Pemerintah senang karena dapat memenuhi tuntutan pemuda mahasiswa. Lebih-lebih Jepang yang terhindar dari sikap serba salah. Rupanya mereka takut mendapat sangsi pihak sektu kalau tidak mampu mengatasi keadaan Jakarta dari keadaan yang teteram dan damai.
ARTI DAN MAKNA RAPAT RAKSASA IKADA 19 SEPTEMBER 1945.
1. Sebagai titik pangkal dukungan politik dan kesetiaan rakyat secara langsung atas telah berdirinya NKRI pada tanggal 17 Agustus 1945. Sebagai realisasi amanat Proklamasi, rakyat kemudian melakukan pemindahan kekuasaan dari tangan Jepang termasuk pengambil alihan semua fasilitas pemerintahan.
2. Kesetiaan rakyat ini merupakan awal dari gerakan mempertahankan kemerdekaan selanjutnya. Tindakan yang segera dilakukan adalah pengambil alihan fasilitas militer dari Jepang. Dan setelah September 1945, muncullah perlawanan bersenjata rakyat terhadap kaum penjajah diberbagai daerah seperti, pertempuran Surabaya, disekitar Jakarta, Bandung lautan Api, pertempuran 5 hari di Semarang, di Magelang, Ambarawa, di Palembamg, di Medan dan masih banyak lagi.
3. Pihak sekutu yang wakil-wakilnya sudah mulai berdatangan ke Indonesia, melihat bahwa informasi Pemerintah Hindia-Belanda dipengasingan tidak benar bahwa Pemerintah RI yang baru berdiri hanya semata-mata bikinan Jepang atau merupakan boneka Jepang. Pemerintah RI adalah Pemerintah sah yang legitimate yang didukung rakyat. Dan rakyat Indonesia tidak bersedia untuk dijajah kembali. Kekhawatiran pihak sekutu terutama pada keselamatan ratusan ribu kaum interniran yang berada dipedalaman. Mereka masih bertanya-tanya langkah apa yang terbaik yang harus dilakukan. Melihat kepatuhan rakyat dalam Rapat Raksasa Ikada ini kepada Soekarno, mereka mengambil sikap untuk mengajak kerja sama pemerintah RI dalam penyelesaian pengangkutan Jepang dan evakuasi para interniran dan mengumpulkannya di Jakarta. Panitia kerja sama Inggris-Indonesia ini dalam tahun 1946 resmi bernama PANITIA OEROESAN PENGANGKUTAN DJEPANG DAN APWI (POPDA).
[1] Dizaman Jepang bernama jalan Myakodori
[2] Jalan Pejambon, disebelah gedung Pancasila sekarang.
[3] Osman Raliby, Documenta Historica, 1953, hal 15
[4] Berita Film Indonesia no.2 tahun 1945.
[5] Setelah Jepang takluk tanggal 15 Agustus 1945, resminya yang berkuasa adalah sekutu sebagai pemenang perang dunia ke 2. Tanggal 8 September 1945 mendarat di kemayoran dengan payung sejumlah perwira sekutu. Dan tanggal 16 September 1945, tiba di Tanjung Priok sejumlah kapal perang sekutu dipimpin Laksamana Peterson. Diatas kapal bendera Cumberland, ikut sejumlah pejabat sipil dan militer Belanda.
[6] Commite van Actie mula-mula bermarkas di Prapatan 10, kemudian pada tanggal 25 Agustus 1945 pindah ke Menteng 31.
[7] Tugas sekutu adalah melucuti Jepang dan mengevakuasi APWI (Allied Prisoner of War).
[8] Sekarang gedung Mahkamah Agung Lapangan Banteng Jakarta
[9] Sebenarnya rakyat Jakarta bukan sama sekali tidak terlindungi. Pada tanggal 22 Agustus 1945 telah terbentuk BKR (Badan Keamanan Rakyat). Dalam badan ini bergabung tenaga professional ex PETA, HEIHO, kaum para militer seperti KEIBODAN, SEINENDAN, disamping pemuda-mahasiswa yang sudah terlatih dibidang militer dizaman Jepang. Selain itu sudah sempat dikumpulkan sejumlah senjata dan munisi kalau-kalau Jepang akan menggunakan kekuatan militernya. Pimpinan BKR Jakarta adalah ex`Shudancho Mufraini Mukmin.
Monday, September 11, 2006
RRI 61 TAHUN
Sunday, September 10, 2006
MPERINGATI SUMPAH PEMUDA 28 OKTOBER 1928 UNTUK MEMPERKUAT KESATUAN BANGSA
Foto : Seinendan, Organisasi kepemudaan dizaman Jepang
Saturday, September 09, 2006
Apa yang terjadi pada awal september 1945 ?
BINTANG RATNA SUCI & RAPAT SAMUDRA
Barang siapa yang tak kenal Soekarno, maka dia tidak kenal Indonesia. Meskipun pemimpin Indonesia ini sudah lama tiada, tapi sosoknya tidak habis-habisnya dibicarakan orang. Setelah buku “Sukarno File”(terjemahan Indonesia terbit 2005), yang yang ditulis Prof Dr Antonie CA Dake, maka ber-taburan kembali buku-buku lainnya yang sejalan maupun berlawanan dengan Sukarno File itu. Sebentar lagi kita merayakan 61 tahun Rapat Samudra Ikada pada tgl 19 September 2006. Tidak banyak yang menyadari bahwa dalam rapat tersebutlah, sesungguhnya pamor Soekarno sebagai pemimpin Indonesia tidak bisa dipungkiri lagi. Tapi kehebatan Sokerno juga mengalami jatuh ba-ngun prestasi dan popularitas serta nama harumnya didalam negeri dan luar negeri. Sebelum perang orang hanya mengenalnya sebagai pendiri PNI dan Singa Podium yang anti Kolonial. Pemimpin Indonesia ini saat itu sudah bukan main terkenal. Namun kemudian menjadi sirep karena dibuang ke Ende dan Bangkahulu selama 8 tahun. Dia muncul kembali dalam propaganda fasis Jepang. Saat itulah Kaisar Hirohito memberi hadiah “Bintang Ratna Suci” ketika berkunjung ke Jepang pada bulan Desember 1943. Tampak pada foto pertama ketika Soekarno membacakan laporannya dalam sidang Chuo Sangi In ke VI. Dia menyematkan bintang itu pada dada sebelah kiri. Hal ini kurang nyaman dimata kaum nasionalis yang anti fasis dan itulah sebabnya muncul gelar kolaborator. Demikian pula kaum Kolonial yang kabur ke Auatralia. Diantaranya Van der Plas yang berkaok-kaok dan berjanji akan menyeret Soekarno kemeja hijau. Tapi rupanya hal itu tidaklah menjadi halangan bagi para pendukung Soekarno. Kembali pada tanggal 19 September 1945, Soekarno adalah benar-benar pemimpin Indonesia yang didengar suaranya dan dipatuhi perintahnya. Ratusan ribu rakyat berkumpul di lapangan yang kini Monas Timur itu, sudah siap mati meskipun diancam tentara Jepang yang masih komplit memilik persenjataan perang. Ahirnya mereka menurut kata-kata Presiden Soekarno untuk dengan tenang pulang kerumahnya masing-masing. Pada foto kedua, tampak Soekarno berpidato diatas podium yang ditinggikan. Soekarno antara lain berkata : “Walaupun dada kami akan dirobek-robek, kami tetap akan mempertahankan Negara Republik Indonesia. Maka berilah kepercayaan itu kepada kami dengan cara tunduk kepada perintah dan tunduk kepada disiplin” (Osman Raliby.Documenta Historica hal 35)
Wednesday, September 06, 2006
60 th yang lalu, Babak baru perundingan Indonesia-Belanda
60 tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 25 Agustus 1946, tiba di Kemayoran Lord Killearn duta Istimewa Kerajaan Inggris untuk Asia tenggara. Adapun tugas beliau, adalah menjembatani perundingan Indonesia Belanda. Sebagaimana diketahui melalui undang-undang telah dibentuk di Negeri Belanda apa yang dinamakan Komisi Jenderal. Komisi ini bertugas selaku delegasi resmi Belanda untuk berunding dengan Republik Indonesia. Setelah tiba di Indonesia, langkah pertama yang dilakukan oleh Lord Killearn adalah mengunjungi Ibukota R.I Yogyakarta, pada tanggal 29 Agustus 1946. Di Yogya, beliau diterima oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta dirumah kediamannya, dimana ikut hadir Perdana menteri Sutan Sjahrir dan pembesar Republik yang lain. Presiden Soekarno ketika itu sedang cuti disalah satu tempat di Jawa Timur. Juru bicara Lord Killearn menerangkan bahwa maksud Inggris adalah untuk menjadi orang penengah dalam perundingan Indonesia-Belanda, sementara tanggung jawab untuk mencapai penyelesaian terletak dipihak Indonesia dan Belanda sendiri. Hari itu juga Lord Killearn kembali ke Jakarta dengan menumpang pesawat Dakota dari Solo. Perundingan antara Killearn dengan Sjahrir berlangsung satu jam lamanya dan telah menghasilkan 3 hal penting. Pertama Lord Killearn bersedia untuk mengemukakan kepada pembesar-pembesar tentara sekutu di Jakarta, supaya gerakan militer dihentikan. Untuk kepentingan ini, Pemerintah Republik akan mengutus opsir-opsir Tentara Republik Indonesia ke Jakarta. Kedua, Perdana menteri Sjahrir menyetujui untuk mengusahakan secepatnya supaya pengangkutan orang-orang APWI Diselenggarakan kembali. Ketiga, Perdana menteri Sjahrir akan berusaha supaya masyarakat bangsa India dan Tionghoa dalam zaman pergolakan sekarang ini dapat terjamin keselamatannya oleh Pemerintah R.I. (Dikutip dari Osman Raliby, Documenta Historica hal 385). Foto atas, Lord Killearn diplomat ulung Inggris, utusan khusus untuk Asia Tenggara. Foto bawah, Lord Killearn bersama Jenderal Manserg. (RSH)
Saksi bisu berumur 79 tahun
Dua foto diatas memperlihatkan sebuah lokasi ruangan yang sama. Yang pertama dibuat pada tanggal 4 September 2006. Sedangkan disebelahnya dibuat pada tanggal 16 Agustus 1927. Ruangan ini adalah lorong pada lantai atas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang menuju kebagian Ilmu Faal (Physiology). Saksi bisu ini ternyata telah berhasil menyaksikan 2 peristiwa berbeda dengan rentang waktu selama 79 tahun. Pada foto kiri adalah saat Wakil Presiden Jusuf Kalla berkunjung kebagian Faal, berkaitan untuk meresmikan Sasana “Karbol” dalam rangka “Mengenang Pahlawan Nasional Marsda Anumerta Prof Dr Abdulrachman Saleh (dikenal sebagai Pak Karbol)”. Sedangkan foto kanan memperlihatkan saat Gubernur Jenderal Hindia Belanda ACD de Graeff (1926—1931) meresmikan berdirinya GHS (Geneeskundige Hoogesschool) atau Sekolah Tinggi Kedokteran di Batavia saat itu. Sedikit menceritakan tentang Prof Dr Abdulrachman Saleh. Beliau adalah guru besar pada bagian Ilmu Faal FKUI. Putra ke 3 dari Dr Mohammad Saleh (lulusan Stovia th 1911). Setelah lulus sebagai semi arts pada tahun 1937, mengajar di GHS sampai tahun 1942. Kemudian di Ika Dai Gakko (sekolah tinggi kedokteran dizaman Jepang). Setelah itu sebagai guru besar pada Sekolah Tinggi Kedokteran Jakarta maupun setelah cikal bakal FKUI ini me-ngungsi ke Malang dan Klaten di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Pada tahun 1945, bersama dengan Jusuf Ronodipuro, membangun stasiun radio “The Voice of Free Indonesia” Suara Indonesia Merdeka bertempat dibagian Faal FKUI sekarang (merupakan cikal bagkal RRI). Pada tgl 25 Agustus 1945 berbicara Presiden Soekarno dan tgl 29 Agustus 1945 telah pula berbicara Wakil Presiden Mohamad Hatta melalui corong radio ini. Selanjutnya Pak Karbol, mengabdikan dirinya sebagai perwira AURI sampai dengan tahun 1947. Pada tgl 29 Juli 1947, pesawat Dakota yang ditumpanginya ditembak jatuh oleh pesawat P40 Kitty Hawk Belanda didesa Ngoto, Bantul Yogyakarta. Beliau gugur bersama sejumlah awak lainnya. (RSH) .. (lihat artikel Karbol)
Friday, August 25, 2006
Westerling adalah seorang prajurit petualang ?
1. Pertama, kesimpulan saya (bukan hasil penelitian yang perlu waktu lebih banyak) diambil dari pengamatan semata dari internet. Yaitu dari Wikipedia soal tokoh Raymond Pierre Paul Westerling dan Tentara Bayaran atau Mercenaries yang sering digelari juga "Soldier of Fortune" dan juga dari sumber lain yang saya ketahui. Sebagaimana tertulis disana Westerling direkrut Belanda sebagai Sukarelawan kemudian dilatih di Inggris dalam sekolah komando. Awalnya ditugaskan bersama kesatuan Inggris di India, kemudian setelah Jepang kalah tahun 1945 ditugaskan di Sumatera Utara. Kemungkinan besar hal ini dikaitkan dengan kegiatan RAPWI (Recovery of Allied Prisonersof War). Karena keberanian dan kemampuan militernya untuk melindungi kaum interniran Eropah dikota Medan (baca. van de Velde. Surat-surat dari Sumatera) dirinya menjadi terkenal sehingga dipuja jadi pahlawan. Tapi hal ini mungkin selesai setelah perang berahir. Setelah itu orang-orang Belanda tidak seperti itu lagi. Mereka paham bahwa Westerling bukan Pahlawan lagi karena perbuatannya sebenarnya banyak yang melawan hukum.
2. Mungkin sekitar tahun 1945-1946, Westerling diangkat sebagai komandan kesatuan DST (Depot Speciale Troepen). Dan pada Desember 1946, bersama pasukannya dan pasukan lain, ditugaskan di Sulawesi Selatan untuk menangani kerusuhan yang ditimbulkan oleh pasukan Indonesia (usaha penumpasan kerusuhan ini disebut sebagai Counter Insurgency). Dalam konflik bersenjata ini Westerling bertindak diluar batas kewenangannya sebagaimana yang tertulis dalam buku hukum militer VPTL (Voorschrift voor de uitoefening van de Politiek-Politionele Taak van het Leger). Rupanya pemerintah Hindia Belanda amat menganggap buku VTPL merupakan pedoman counter Insurgency yang harus dipatuhi. Tindakan diluar hukum militer antara lain berbentuk apa yang diberitakan surat kabar sebagai "Peristiwa Pembantaian Westerling". Dalam poster yang beredar di Jawa, Westerling dan pasukannya dituduh telah membantai 40.000 orang penduduk, walaupun angka ini belum pernah dibuktikan kebenarannya. Menyadari ini semua dan atas desakan sejumlah petinggi di Makassar dan Batavia, pemerintah Hindia Belanda ahirnya menarik Westerling. Atas perbuatannya yang sama di Jawa Barat pada pertengahan April 1948, dilanjutkan juga perbuatan pelanggaran hukum militer ditempat lain, maka berdasarkan keputusan Panglima KNIL Jenderal Spoor pada tanggal 16 November 1948, Westerling diberhentikan sebagai komandan DST dan dinas militer. Setelah itu statusnya adalah orang sipil. Melihat kenyataan ini, kalau benar Westerling melawan ketentuan pemerintah sebagaimana peraturan hukum militer. Maka dia dikategorikan bukan algojo pemerintah, tapi petualang yang hobinya membunuh orang ?.
3. Pada akhir tahun 1949, terdengar khabar bahwa Westerling berhasil mengumpulkan sejumlah orang bersenjata, serta mengadakan latihan-latihan kemiliteran. Tidak jelas mereka berasal dari kesatuan mana ?. Tapi ini rupanya adalah para prajurit KNIL yang tidak bersedia pindah kepada kesatuan APRIS. Disamping itu dorongan bisnis petualang militer mulai berkembang karena adanya dukungan Negara Pasundan dan Darul Islam yang pikirannya sejalan untuk melawan R.I.. Jadi kebutuhan kesatuan militer swasta itu, mirip seperti yang kita dengar sekarang sebagai PMC (Private military companies) mungkin ?. Hal ini menjadi jelas ketika nama "RAPI" (Ratu Adil Persatuan Indonesia) muncul yang memiliki angkatan bersenjata bernama "APRA" (Angkatan Perang Ratu Adil). Kegiatan aksinya dimulai di Bandung tanggal 23 Januari 1950, dengan melakukan teror dan pembunuhan terhadap sejumlah anggota SILIWANGI. RAPI juga berhasil melibatkan Jenderal Mayor Hamid Alkadri, Sultan Pontianak dan menteri kabinet RIS. Tapi mungkin karena kurang bisa berpetualang, Hamid akhirnya ditangkap dan dipenjara selama 10 tahun. Demikian pula pasukan APRA yang tidak berhasil ditumpas APRIS, semuanya jadi penghuni penjara-penjara militer. Westerling sendiri, atas dukungan sejumlah pejabat sipil dan militer, berhasil diloloskan keluar negeri. Inggris yang menangkapnya di Singapura, menolak untuk mengextradisikannya kembali ke Indonesia. Kasus Westerling sebagaimana biasanya suatu kesatuan tentara petualang yang bukan liar tapi tidak resmi, adalah sebuah operasi intelijen untuk melumpuhkan lawan. Setelah tidak berguna lagi, jejaknya harus dihapuskan. Setelah kembali ke Belanda melalui Belgia pada April 1952, Westerling bebas-bebas saja selaku warga negara Belanda lainnya. Dan pemerintah Indonesia juga tidak terlalu antosias untuk mempersoalkannya. Justru Duta besar Indonesia menjadi amat tersinggung karena dengan sombongnya Westerling pernah mengatakan bahwa dia enggan membunuh Presiden Soekarno ketika berpetualang di Indonesia, karena Bung Karno hanya berharga 5 sen, sedangkan proyek itu memerlukan sebuah peluru seharga 35 sen. Sungguh sangat keterlaluan.......Insting petualangannya belakangan pernah akan kejadian lagi, ketika Amerika menawarkan bisnis tersebut dalam perang Vietnam. Kelanjutannya tidak jelas. Mimpi-mimpinya jadi seorang konseptor pembangunan kesatuamn militer swasta mungkin dapat menginspirasikan pembuatan novel bak cerita Dogs of War atau The Wild Geese, barangkali ?
Foto, Westerling dihari tuanya, hidup tenang di Belanda.