Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
(FKUI) bisa dibilang merupakan ibu dari pendidikan kedokteran di Tanah Air.
Karena itu, pihak kampus merasa bertanggung jawab untuk mendirikan semacam
museum yang menjadi pusat sejarah pendidikan kedokteran Indonesia. Di museum itu akan dipajang lukisan Dr Willem Bosch,
tokoh perintis pendidikan kedokteran di Indonesia. "Kalau ingin maju, kita
harus menengok sejarah. Dari sejarah itu kita bisa belajar mengevaluasi hal-hal
yang kurang," ujar Dekan FKUI Ratna Sitompul saat penyerahan apresiasi dan
peluncuran buku 'FKUI Historical Photo Collections, Proceeding: 90 years of
FKUI (Salemba 6) dan RSCM (Diponegoro 71)' di Salemba, Jakarta, Jumat (29/6). Menurut
Ratna, FKUI sejak 2010 sudah berencana membangun museum kedokteran dan pusat
riset untuk mahasiswa kedokteran di seluruh Indonesia bertempat di Salemba. "Waktu
kami melakukan renovasi gedung lama, kami menemukan berbagai prasasti penting
yang tadinya sempat hilang. Semua harus punya tempat di museum nanti,"
imbuhnya. Sejarah berdirinya FKUI berawal dari niat baik Dr Willem Bosch,
Kepala Dinas Lawatan Kesehatan Hindia Belanda, yang mendirikan Sekolah Dokter
Djawa pada 1853. Perjalanan itu berlanjut hingga Dokter Djawa menjadi STOVIA
dan akhirnya menjadi FKUI. "Sekolah Dokter Djawa inilah cikal bakal
STOVIA. STOVIA sendiri merupakan cikal bakal FKUI yang ada sekarang ini,"
ujar Guru Besar UI Prof dr Somadikarta. Somadikarta menjelaskan Dr Willem Bosch
mendirikan Dokter Djawa lantaran munculnya wabah penyakit cacar di berbagai
daerah di Hindia Belanda saat itu. Karena tenaga kesehatan masih sangat
sedikit, Willem berpikir untuk mendidik orang pribumi selama tiga tahun untuk
menjadi tenaga ahli praktek pelayanan kesehatan. Lulusan Dokter Djawa, kisah
dia, kemudian dipekerjakan sebagai dokter pembantu yang bertugas utama
memberikan pengobatan dan vaksinasi cacar. Pada 1875, lama pendidikan di Dokter
Djawa ditingkatkan menjadi tujuh tahun dan pada 1902 Sekolah Dokter Djawa
diganti menjadi STOVIA dengan lama pendidikan sembilan tahun. Lalu pada 1919
dibangunlah sebuah rumah sakit bagi siswa STOVIA di Salemba bernama Centraal
Bugerlijk Ziekenhuis/CBZ). Kemudian pada 1920, Gedung Pendidikan Kedokteran di
Salemba 6 mulai difungsikan dan seluruh saran pendidikan dari CBZ dipindahkan
ke tempat tersebut hingga saat ini. Sebagai perintis FKUI, STOVIA saat itu
cukup memberi kontribusi di wilayah Asia melalui jurnal dan publikasi ilmiah.
Dr Willem dan Dr Ciptomangunkusumo merupakan tokoh-tokoh yang sangat diapresiasi
negara-negara di Asia. Ratna menuturkan, Willem dikenal sebagai orang berjiwa
social tinggi. Di zamannya, ia memperjuangkan layanan kesehatan untuk kaum yang
terpinggirkan. Semangat itu ia pandang perlu dicontoh dan ditularkan pada
mahasiswa kedokteran kini. "Kami mendidik anak-anak kami agar nantinya mau
mengabdi untuk masyarakat di pedalaman. Minimal satu sampai dua tahun,"
ucap Ratna. Kini, menurut Ratna, tercatat 20% lulusan FKUI mengabdi di daerah
terpencil selama satu sampai dua tahun. FKUI pun memberikan syarat akademis
berupa pengalaman minimal setahun di daerah terpencil untuk meneruskan
pendidikan ke jenjang spesialis. Ratna berharap, dengan lebih mengetahui
sejarah kedokteran, mahasiswa kedokteran dapat mengambil contoh yang baik.
Sumber: http://www.mediaindonesia.com/read/2012/06/29/329826/0/14/Mahasiswa-FKUI-Diharapkan-Jadi-Penerus-Willem-Bosch
Penulis : Maggie Mahardika Jumat, 29 Juni 2012 22:05 WIB
1 comment:
Minimal deposit 50rb
Bonus member baru 30%
Bonus harian 5%
Aman & Terpercaya
hanya di bit.do/bolay0
Whatsapp kami
bit.do/WA_BOLAYO
+6282321807397
Post a Comment