Friday, June 22, 2012
Jakarta 1946
Monday, June 18, 2012
"Indonesia berparlemen" Sejarah Demokrasi Indonesia
Gabungan Politik Indonesia (GAPI) adalah suatu organisasi
payung dari partai-partai dan organisasi-organisasi politik. GAPI berdiri pada
tanggal 21 Mei 1939 di dalam rapat pendirian organisasi nasional di Jakarta.
Walaupun tergabung dalam GAPI, masing-masing partai tetap mempunyai kemerdekaan
penuh terhadap program kerjanya masing-masing dan bila timbul perselisihan
antara partai-partai, GAPI bertindak sebagai penengah. Untuk pertama sekali
pimpinan dipegang oleh Muhammad Husni Thamrin, Mr. Amir Syarifuddin, Abikusno
Tjokrosujono. Di dalam anggaran dasar di terangkan bahwa GAPI berdasar kepada: 1.
Hak untuk menentukan diri sendiri 2. Persatuan nasional dari seluruh, bangsa
Indonesia dengan berdasarkan kerakyatan dalam paham politik, ekonomi dan
sosial. 3. Persatuan aksi seluruh pergerakan IndonesiaDi dalam konfrensi
pertama GAPI tanggal 4 Juli 1939 telah dibicarakan aksi GAPI dengan semboyan
"Indonesia berparlemen". Pada September 1939 GAPI mengeluarkan suatu
pernyataan yang kemudian dikenal dengan nama Manifest GAPI. Isinya mengajak
rakyat Indonesia dan rakyat negeri Belanda untuk bekerjasama menghadapi bahaya
fasisme dimana kerjasama akan lebih berhasil apabila rakyat Indonesia diberikan
hak-hak baru dalam urusan pemerintahan. Yaitu suatu pemerintahan dengan
parlemen yang dipilih dari dan oleh rakyat, dimana pemerintahan tersebut
bertanggungjawab kepada parlemen tersebut. Untuk mencapai tujuan yang
dicita-citakan, GAPI menyerukan agar perjuangan GAPI disokong oleh semua
lapisan rakyat Indonesia. Seruan itu disambut hangat oleh pers Indonesia dengan
memberitakan secara panjang lebar mengenai GAPI bahkan sikap beberapa negara di
Asia dalam menghadapi bahaya fasisme juga diuraikan secara khusus. GAPI sendiri
juga mengadakan rapat-rapat umum yang mencapai puncaknya pada tanggal 12
Desember 1939 dimana tidak kurang dari 100 tempat di Indonesia mengadakan rapat
memprogandakan tujuan GAPI. Selanjutnya GAPI membentuk Kongres Rakyat Indonesia
(KRI). Kongres Rakyat Indonesia diresmikan sewaktu diadakannya pada tanggal 25
Desember 1939 di Jakarta. Tujuannya adalah "Indonesia Raya" bertujuan
untuk kesejahteraan rakyat Indonesia dan kesempatan cita-citanya. Dalam kongres
ini berdengunglah suara dan tututan "Indonesia berparlemen".
Keputusan yang lain yang penting diantaranya, penerapan Bendera Merah Putih dan
Lagu Indonesia Raya sebagai bendera dan lagu persatuan Indonesia dan
peningkatan pemakaian bahasa Indonesia bagi rakyat Indonesia. Walaupun berbagai
upaya telah diadakan oleh GAPI namun tidak membawa hasil yang banyak. Karena
situasi politik makin gawat akibat keadaan menuju Perang Dunia II, pemerintah
kolonial Hindia Belanda mengeluarkan peraturan inheemse militie dan memperketat
izin mengadakan rapat. Sumber: Wikipedia. Foto: Rapat di Gang Kenari pada
tanggal 25 Desember 1939. Gedung Gang Kenari sekarang jadi Museum H.Thamrin....
Tuesday, June 12, 2012
Vivere Pericoloso, Ever Onward, Never Retreat
“No Sir!, kami tidak akan ambruk! Bersama-sama Rakyat Indonesia, kita akan pecahkan segala
kesulitan-kesulitan itu, bersama-sama kita akan ganyang segala
kesulitan-kesulitan itu”.
Bung Karno, 17 Agustus 1964. Ditengah pergolakan paska-kemerdekaan, para lawan politiknya
meramalkan, bahwa Indonesia akan ambruk secara ekonomi pada awal 1964. Ternyata
tidak.
Lalu mereka katakan, bahwa pada Oktorber 1964 Indonesia akan
“collapse”. Sebagai jawaban, di Hari Kemerdekaan, sang Pemimpin Besar
Revolusi berkata: “No Sir!, kami tidak akan ambruk!” Dan terbukti, Indonesia memang tidak ambruk … sampai
sekarang! Ditengah keadaan porak-poranda saat ini, akibat ulah setan
korupsi, kolusi dan nepotisme! Kita harus bangkit dan berusaha lebih sungguh, bekerja lebih
keras, membanting tulang, dan berkurban untuk membangun INDONESIA. Ini waktunya
untuk lebih tekun berdoa, menangis dan menjerit kepada Tuhan bagi bangsa ini.
Bahkan, meneruskan pekik sang proklamator:“Sungguh: Kamu bukan bangsa cacing,
kamu adalah Bangsa berkepribadian Banteng! Ayo, maju terus! Jebol terus! Tanam
terus! Vivere pericoloso! Ever onward, never retreat!
INDONESIA pasti menang!”
Saturday, June 09, 2012
Indonesia Raya juga milik Negara Federal
Republik Indonesia Serikat terdiri beberapa negara
bagian, yaitu:
Negara Republik Indonesia (Ibukotanya Yogyakarta)
Negara Indonesia Timur
Negara Pasundan, termasuk Distrik Federal Jakarta
Negara Jawa Timur
Negara Madura
Negara Sumatera Timur
Negara Sumatera Selatan
Di samping itu, ada juga wilayah yang berdiri sendiri
(otonom) dan tak tergabung dalam federasi, yaitu:
Jawa Tengah
Kalimantan Barat (Daerah Istimewa)
Dayak Besar
Daerah Banjar
Kalimantan Tenggara
Kalimantan Timur (tidak temasuk bekas wilayah Kesultanan
Pasir)
Bangka
Belitung
Riau
Republik Indonesia Serikat bubar pada tanggal 17 Agustus
1950, dilanjutkan dengan Republik Indonesia Negara Kesatuan (NKRI). Republik Indonesia Serikat memiliki konstitusi yaitu
Konstitusi RIS. Piagam Konstitusi RIS ditandatangani oleh para Pimpinan
Negara/Daerah dari 16 Negara/Daerah Bagian RIS. Lalu apakah lambang negara, lagu kebangsaan berbeda ? Ternyata tidak. Pancasila dengan kata yang sedikit berbeda dengan Pancasila 1945, tapi hampir sama. Yang berbeda dengan Republik Indonesia yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 hanya Undang Undang Dasar yang tentu saja membedakan dengan konstitusinya juga termasuk sistim pemerintahannya. Karena federalis, maka RIS bukanlah pemerintahan yang sentralistik tapi desentralistik. Sumber tulisan: Wikipedia. Video diatas menggambarkan kalau daerah otonom Kalimantan Barat saat dikunjungi oleh R. Abdulkadir Widjojoatmodjo, maka anak-anak sekolah diwilayah itupun menyanyikan Indonesia Raya. Jangan lupa pula kalau gambar Garuda Pancasila yang membuatnya khabarnya adalah Sultan Hamid ke II , Sultan dari Kalimantan Barat.
Thursday, June 07, 2012
Sejarah berdirinya RSJ Lawang.
Rumah Sakit Jiwa Lawang dibuka secara resmi pada tanggal 23 Juni 1902. Pengerjaan mendirikan rumah sakit ini dimulai tahun 1884 berdasarkan Surat Keputusan pemerintah Belanda tertanggal 20 Desember 1865 No.100. Sebelum Rumah Sakit Jiwa Lawang dibuka, perawatan pasien jiwa diserahkan kepada Dinas kesehatan Tentara (Militaire Gezondheids Dienst) di Jawa Timur. Dalam rangka memperlancar penyaluran pasien ke masyarakat Hulshoff Pol mengajukan rencana perluasan Rumah Sakit Jiwa kepada Departemen Van Onderwijs en Eeredienst. Dimana pada tahun 1909 jumlah pasien mencapai 1.171 dan usaha-usaha perluasan rumah sakit untuk dapat menampung pasien amat mendesak. Pada waktu itu beratus-ratus pasien jiwa masih dititipkan di beberapa penjara sebelum dikirim ke rumah sakit jiwa. Dalam kurun waktu 1905 - 1906 tercatat salah seorang dokter Indonesia pertama yang bekerja di Rumah Sakit Jiwa Lawang adalah Dr. KRT. Radjiman Wediodiningrat , yang bersama-sama Dr. Soetomo melancarkan pergerakan bangsa pertama yaitu Boedi Oetomo. Pada saat itu Dr. KRT. Radjiman Wedio diningrat telah mengembangkan pendekatan terapi alternatif dengan pendekatan “ Rassen Psychologie “ Usaha perluasan mendapat ijin, dengan pembangunan anex (tambahan gedung) Rumah Sakit Jiwa Lawang di desa Suko, terletak lebih kurang 1 km ke arah timur di lereng kaki pegunungan Bromo ( Tengger ). Antara tahun 1929 – 1935 kedua RSJ tersebut, Rumah Sakit Jiwa Lawang dan RSJ - anex Suko ditangani oleh 7 orang dokter dan seorang profesor wanita, dengan kapasitas tempat tidur masing-masing 1.200 tempat tidur. Pada waktu itu RSJ Lawang dikembangkan menjadi pusat penelitian otak. Tahun 1940 jumlah pasien mencapai 3.400 dan pada tahun 1941 meningkat menjadi 4.200 oleh karena harus menampung pasien jiwa lain dari Jawa Timur. Usaha pengadaan fasilitas rumah sakit dan rumah perawatan (Doorganghuizen) merupakan suatu perkembangan yang penting dalam dunia psikiatri. Untuk meningkatkan pelayanan perawatan pasien di Rumah Sakit Jiwa Lawang, pada waktu itu mulai diadakan kegiatan terapi kerja dan bermacam-macam persiapan untuk usaha hiburan. Dalam upaya memperlancar penyaluran pasien mental ke masyarakat, sejak tahun 1926 Rumah Sakit Jiwa Lawang mengantarkan kembali pasien yang sudah tenang ke desanya. Disusul dengan konsep Doorganghuizen yang diajukan oleh Travaglino. Bagi pasien yang mengalami defek/kronis dan sudah tenang, ditampung pada koloni pertanian ( Werkenrichtingen ). Dalam kurun waktu 1942 - 1945, Rumah Sakit Jiwa Lawang mengalami penurunan pelayanan, karena kurangnya sarana perawatan dan adanya penyakit menular, jumlah pasien menurun sampai 800 orang. Tahun 1947 jumlah pasien : 1.200 orang, gabungan antara anex Suko dan Rumah Sakit Jiwa Lawang. Pada tahun 1950-1966 Rumah Sakit Jiwa Lawang menerima pasien dari RSJ Pulau Laut (Kalimantan Selatan) sebanyak 120 pasien dan 40 orang pegawai. Sumber: http://www.rsjlawang.com/ profil.html
Foto Dr D.J. Hulshoff Pol direktur RS Jiwa Lawang sekitar tahun 1912-1914
Foto Dr D.J. Hulshoff Pol direktur RS Jiwa Lawang sekitar tahun 1912-1914
Subscribe to:
Posts (Atom)