Rakyat Merdeka 25 Jan 2010
Oleh: Rosihan Anwar
MARILAH saya mulai kisah ini dan awal. Apa pasal? Syahdan pada awal Januari 2009. datang ke rumah di belakang Pasar Antik Jalan Surabaya Jakarta Pusat, Marije Plomp dari NIOD (Nederland Instituut voor Oorlogsdocumentasie - Lembaga Belanda untuk dokumentasi perang). Amsterdam. Untuk tujuan menulis buku, Marije mewawancarai saya tentang Piet de Queljoe. pegawai Kementerian Penerangan Kepala Percetakan Negara tahun 1955 dan tentang Frans Goedhart dari suratkabar Het Parool yang sebagai wartawan Belanda pertama menghadiri HUT Proklamasi Kemerdekaan di Yogya 17 Agustus 1946. Pada tanggal 27 Januari. Marije menulis surat menyampaikan tcnmakasihnya atas cerita-cerita saya tentang Amir Syarifuddin. Soedirman dan lain-lain yang didengarnya dengan penuh keasyikan. Pada penutup suratnya, tercantum kalimat berikut Pertanyaan terakhir, cocokkah kiranya bahwa sebuah foto album dengan gambar-gambar remaja dari anda berada di arsip-arsip Nefis di Nationaal Archief Den Haag? Saya kaget tersentak. Memang sebuah foto albumku telah lama hilang, di zaman revolusi. Kok kini ada di arsip Negeri Belanda? Terkenang lagi, saya malam tanggal 21 Juli 1947. Belanda mulai melancarkan aksi militer pertama terhadap Republik Indonesia. Sebuah truk militer Nica-Belanda berhenti di Jalan Cianjur No 18 tempat kediaman saya bersama Jusuf Ronodipuro. Kepala RRI Jakarta. Waktu itu saya Pemimpin Redaksi Mingguan Politik Siasat, yang terbit 4 Januari 1947. Sebelum itu, sedan 1 Oktober 1945, selama masa satu tahun, saya Redaktur Harian Merdeka. Sebuah regu tentara KNIL dipimpin oleh seorang Belanda bule menggeledah kamar saya, memeriksa semua buku dan majalah yang terletak di meja. Sersan mayor bule itu ditugaskan menangkap anggota TNI, Tentara Penghubung yang berkantor di Jalan Cilacap No 4. Dia datang untuk mengambil Letnan Susantiyo yang biasa menginap di Jalan Cianjur, tapi malam itu ada di Tasikmalaya. Karena sersan itu melihat di meja majalah Siasat yang dikiranya majalah tentara, maka sebagai pengganti Susantiyo. saya diangkutnya ke dalam truk, di mana sudah ada beberapa anggota Tentara Penghubung seperti Mayor MT Haryono (kelak dibunuh dalam peristiwa G30S. 1965), Mayor Wibowo, Letnan Sutrisno dan lain-lain. Kami diangkut ke penjara Bukit Duri di Jatinegara. Di sana, saya dimasukkan ke dalam sel sempit bersama MT Haryono, Sutrisno. Untung saya tidak lama ditahan di penjara. Setelah diketahui saya bukan TNI, melainkan wartawan, maka saya segera dibebaskan, boleh pulang bergabung dengan isteri Zuraida Sanawi yang baru satu tahun dinikahi. Militer Belanda yang menangkap saya telah membawa sejumlah majalah Siasat, dan niscaya juga foto albumku, sudah tidak ada lagi. 60 tahun lebih telah berlalu sejak aksi militer Belanda pertama. Tahu-tahu Marije Plomp menanyakan apakah saya punya foto album dalam arsip Nefis yang disimpan di Arsip Nasional Kerajaan Belanda? Saya minta bantuan Dubes Belanda Dr Nikolaos van Dam dan Jaap Erkelens mantan perwakilan KITLV (Koninkhjke Instituut voor Taal Land en Volkenkunde) di Jakarta yang sedang berada di sini mempersiapkan terbitnya sebuah buku foto mengenai peringatan 100 tahun Sutan Sjahrir (akan terbit Naret 2010). Dapatkah mereka mengusahakan agar foto albumku dikembalikan? Sulit. Album foto itu rupanya diperlakukan sebagai jarahan perang atau oorlogsbuit dan sudah menjadi milik negara atau staats-bezit Belanda. Namun Jaap Erkelens, Marije Plomp dan Ny I Heidebank dari Arsip Nasional Belanda dengan persetujuan Direkturnya, Martin Berendse alih-alih berusaha mereproduksi semua foto yang ada. Kemudian menjelang Idul Fitri 2009 saya terima di Jakarta, sebuah repro album foto tersebut. Dalam suratnya tanggal 9 Oktober 2009, kepada saya. Berendse menulis Jaap Erkelens memberitahukan kepada kami bahwa anda ingat mengenai sebuah penggeledahan (inval) dan Nefis di rumah anda pada 21 Juli 1947. Menurut surat pengantar pada album itu. album sudah dalam bulan April 1946 disita oleh het Buitenkantoor te Batavia. Oleh salah seorang pegawainya dibubuhi catatan di depan di dalam album mengenai diri anda Redacteur Merdeka. Amant van Anna Laluasan zr van RE Laluasan. seer PKI Maloekoe. (Redaktur Merdeka. Kekasih dari Anna Laluasan. adik dari RE Laluasan. Sekretaris PKI Maloekoe). Tidaklah jelas apakah penyitaan (foto album) im mempunyai kaitan dengan pekerjaan anda sebagai wartawan ataukah dengan sebuah penyidikan mengenai bahan yang memberatkan tentang tuan RE Laluasan. Selanjutnya Berendse menulis Pada album ini juga ditambahkan Sebuah kumpulan sajak dari Sanoesi Pane dengan judul Madah Kelana, dengan di depannya catatan "kepunyaan kls HIA". Tiga buah pita alamat (adres-bandn) untuk pengiriman koran-koran atau majalah-majalah dengan tulisan-tulisan berikut Tribune Box 35 Haymarket Australia PO Sidney. Communist Party Australia. Haymarket, Australia, PO Sydney Communist Party Australia. Haymarket, Australia. PO Melbourne. Membaca keterangan rijksarchivans mr Berendse di atas tadi, saya terperangah. Masya Allah! Sejak kapan saya Redacteur Merdeka menjadi Amant (perkataan Perancis untuk Kekasih, pacar) dari seorang gadis Maluku bernama Anna Laluasan? Sama sekali saya tidak kenal gadis itu. Anehnya, dalam kumpulan foto yang direpro bersama foto-foto album saya terdapat foto Anna Laluasan itu sedang duduk dalam pangkuan seorang laki-laki juga Maluku. Saya perhatikan wajahnya, sosok tubuhnya di foto tersebut. Tidak menurut selera saya, sama sekali tidak setara dengan gadis cantik asal Betaw i bernama Ida Sanawi yang waktu itu bersama orang tuanya mengungsi ke Yogya. Tiap kali ada kereta api luar biasa Perdana Menteri Sjahrir pergi ke Yogya untuk sidang kabinet, selalu saya ikut dalam KLB itu. Hanya untuk menengok gadis yang saya taksir. Kemudian sejak kapan saya ada hubungan dengan Partai Komunis Indonesia Maloekoe dan dengan Partai Komunis Australia di Sydney dan Melbourne? Ini sungguh suatu cerita aneh bin ajaib. Atau apakah ini tipikal kerja intel militer Belanda Nefis yang menurut Sejarawan Dr Rushdy Hoesein kepada saya, suka menambah-nambah keterangan yang bukan-bukan dalam sesuatu dokumen? Saya menghadapi sebuah misteri.
Foto atas: Saya bersama Martin Brendse (Direktur Arsip Nasional Belanda)
1 comment:
mampir bentar
Post a Comment