Sunday, August 30, 2009

Jenderal Sudirman bisa menerima supremasi sipil ?

Dalam bukunya "Laporan dari Banaran" Pak Sim (panggilan akrab May.Jen TB SImatupang) pada halaman 194-195 bercerita. Ketika pemerintah RI kembali ke Yogya (6 Juli 1949) sebetulnya Pak Dirman sedikit keberatan untuk kembali. Tapi karena ada surat Sri Sultan HB ke IX dan surat Kolonel Gatot Soebroto serta pemimpin lainnya yang meminta supaya lekas pulang, akhirnya Pak Dirman bersedia kembali ke Yogyakarta. Setelah berangkat dari Markas Besar Gerilya didesa Sobo daerah Pakis Kecamatan Nawangan Kabupaten Pacitan menuju Yogya, Pak dirman sebentar menunggu sambil menanti kedatangan Pak Sim. Pak Sim menjemput bersama May.Jen Soehardjo. Setelah istirahat sebentar ketiganya memasuki mobil yang akan membawa ke Yogya. Dari pembicaraan didalam mobil, tampak Pak Dirman belum bisa menerima perkembamngan terakhir (maksudnya berunding dengan Belanda). Hal ini dapat dipahami sebab mereka yang pernah mengalami perang rakyat sejak beberapa bulan terakhir, telah hidup dengan alam pikiran yang berbeda sama sekali dengan para pemimpin (sipil) yang menjalankan perundingan dengan Belanda di Jakarta maupun di Bangka. Namun Pak Dirman membenarkan juga bahwa sekarang ini tidak ada jalan lain melainkan mendukung persetujuan yang dicapai sambil menyusun kekuatan. Cuma Pak Dirman bermaksud mengemukakan usul dan saran untuk mencegah timbulnya hal-hal yang dapat menimbulkan kekecewaan kelak. Dalam amanat Panglima Besar tanggal 1 Mei 1949, memang telah dikatakan : "Saya telah bersiap lengkap dengan syarat-syarat dan usul-usul mana saya sesuaikan dengan jiwa dan semangat dan jiwa perjuangan tentara dan rakyat pada dewasa ini, pula mengingat serta memperhatikan suara-suara dari para komandan terutama yang langsung memimpin pertempuran ". Beberapa tahun yang lalu ada isue kuat bahwa konflik internal antara pimpinan sipil dan militer sudah mulai berkembang saat itu. Kini setelah 64 tahun berakhirnya perjuangan gerilya khususnya setelah Pak Dirman kembali ke Yogya, apakah tidak perlu ditelusuri ulang detik-detik peristiwa sehingga kebijakan akhir adalah Supremasi sipil tetap diatas kekuasaan militer ?

No comments: