Pronojiwo adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Lumajang Jawa
Timur. Pada tanggal 21 Juli 1947 Belanda mengadakan Aksi Polisionel pertama.
Mereka yang terdiri dari pasukan Marinir mendarat di pantai Pasir Putih Situ
Bondo. Pasukan dibagi dua untuk wilayah Oostkust van Java ini. Satu ketimur dan
satu ke barat. Yang ke Barat menuju Malang dan Lumajang. Sore itu juga mereka
sudah melakukan operasi pasifikasi antara lain menangkap dan membunuh diwilayah
yang berhasil diduduki. Pasukan TNI tidak bisa berbuat banyak karena memiliki
kemampuan militer terbatas. Di daerah Pronojiwo jembatan yang memisahkan bagian
timur dan tenggara Guning Semeru adalah jembatan besar yang dibangun tahun 1925
. Jembatan ini yang bernama Geladak Perak sudah dihancurkan pihak TNI agar pasukan Marinir itu tidak bisa mengejar pasukan
Indonesia yang mundur. Tetapi dengan usaha pihak zeni Belanda, mereka bisa
diperbaiki dan operasi diteruskan. Karena serangan Belanda ini ibu kota
kabupaten dari Lumajang memang telah berlokasi di Pronojiwo. Setelah Lumajang kemudian
Pronojiwo dikuasai Belanda tanggal 22 Juli 1947, saat itu Bupati Lumajang Abu
Bakar beserta Patih Sastrodikoro dan
pejabat lainnya mengungsi dan berpindah-pindah tempat ke barat, mulai dari
Penanggal sampai Dampit, Malang. Pada tanggal 17 September 1947, mereka bertempat
di Perkebunan Jagalan Pedukuhan Sumber Pitu, Ampelgading, Malang dibentuk Volk
Devency Kabupaten Lumajang (VDKL). Lembaga ini perwujudan pertahanan rakyat
semesta Kabupaten Lumajang, bertujuan untuk menciptakan keselarasan gerak
perjuangan antara pemerintah, TNI dan rakyat. Di awal tugasnya VDKL berpindah
ke daerah Pronojiwo, tempat ini digunakan sebagai basis gerakan perlaawanan
rakyat. Belanda mengetahui hal tersebut, maka mengirim pesawat terbang yang
menjatuhkan tiga buah Bom. Bom dijatuhkan dari pesawat Belanda dengan sasaran
markas VDKL. Satu bom jatuh dan meledak di pasar Pronojiwo yang membunuh maupun
melukai banyak warga sipil laki-laki perempuan termasuik anak-anak, satu bom
lagi meledak di dekat markas VDKL dan satu bom lagi yang tepat di halaman VDKL
ternyata tidak meledak. Padahal didalam markas, Patih Sastrodikoro sedang
memimpin sebuah rapat. Saat ini ditempat yang menelan banyak korban jiwa
tersebut didirikan sebuah monumen. Gambar-gambar terlamir setelah keganasan
tentara Belanda dimana, para pimpinan masyarakat bersama rakyat melakukan
pemakaman berpuluh korban akibat angkara murka nya pasukan Marinir Belanda
tersebut. Bagi yang terluka diusahakan pertolongan seadanya didesa Pronojiwo
dimana sebagian yang parah akhirnya meninggal dunia juga.
3 comments:
Kira-kira pada bulan 9-1947 Komando Resimen 39 Divisi VII Brawijaya yang sebelumnya berkedudukan di Persil Lebakroto (sekarang Ampelgading) pindah ke Sumberrowo, Bupati Lumajang beserta stafnya pindah ke desa Pronojiwo dan menjadikan desa ini sebagai ibu kota Lumajang. Komando Keamanan Daerah pimpinan Mayoe Abdoelkahar dan wakil Mayor Chimizen) dirubah menjadi STC VIII, taktis dibawah Resimen 39 dan secara administratif dibawah TC 17 (yang pimpinannya adalah Letkol Hamid Rusdi)...Tugas SRC VIII mengurus Komando Teritorial DI Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Probolinggo....
Untuk memudahkan tugas2 Teritorial Pertahanan Rakyat, ekonomi dan penyelidikan dibentuklah organisasi Pertahanan Rakyat Kabupaten Lumajang yang diberi nama Volksdefensi Kabupaten Lumajang (VDKL) dengan susunan pengurusnya
Instruktur : Mayor Abdoelkahar (Komadan STC VIII)
Ketua : Sastrodikoro (Patih Lumajang)
Wakil Ketua : H, Machfud
Sekretaris : Soewarno
Keuangan : Soetjipto
Dll
Tidak lama setelah terbentuknya VDKL pada Hari Minggu 13 Oktober 1947 pada pagi2 buta Pronojiwo diserang oleh 5 Pesawat terbang Belanda...1 pesawat pembom dan 4 pesawat pemburu dengan sasaran Markas Resimen 39, Markas STC VIII, Kantor Kabupaten dan pasar umum selama kira2 3 jam....Korban 35 orang semuanya dari komplek pasar..Tidak ada korban diantara kita (TNI)
Mantap kalau bisa dan ada refrensinya mohon infonya...
Post a Comment