Friday, February 02, 2007

Tentara Pembela Tanah Air (PETA).

Pada tahun 1945 dapat dihimpun kekuatan militer Indonesia sebesar 66 batalyon di Jawa dan 3 batalyon di Bali (Baca Himawan Soetanto, "Yogyakarta") Di Sumatera sempat dihimpun 20.000 personil. Pembentukan PETA banyak dikaitkan dengan Poetera (organisasi dengan kepanjangannya Poesat Tenaga Rakyat). Para bekas anggota PETA, tidak pernah mau mengakui bahwa Organisasi Militer ini dibubarkan. Mereka menyebutnya sebagai sebagian besar kemudian mengabdikan dirinya kedalam BKR. Bung Hatta pernah mengingatkan bahwa sejak Mei 1945 dalam sidang BPUPKI, sudah dipikirkan agar PETA menjadi "Sendi Angkatan Perang Kita". Rancangan ini diserahkan pada Otto Iskandar Dinata (anggota BPUPKI yang mengetuai Badan Pembantu Prajurit). Tapi melihat gerakan perlawanan (antara lain di Blitar dan Pengalengan) dan adanya tanda-tanda kerjasama PETA dan Mahasiswa, maka sesudah rapat Daidanco di Bandung tanggal 15 Agustus 1945, PETA dilucuti dibeberapa tempat termasuk Jakarta. Kemudian dilanjutkan dengan pembubaran secara menyeluruh. Dalam surat menyurat Hatta dan Nasution, Pak Nas berani mengatakan kita memiliki tenaga terlatih sebanyak 150.000 orang (mungkin sebagian adalah PETA) dan peralatan untuk 4 - 5 Divisi. Hatta menepis pendapat ini dan berkata : "Ini suatu realitet yang tidak bisa diubah dengan angka-angka. Oleh karena itu", sambung Hatta, "RI membangun tentara dari bawah dengan berangsur-angsur" Usaha Hatta antara lain memerintahkan kepada Kaprawi (bawahan Kasman S), namun Kaprawi tidak berhasil melakukan kontak dengan Suprijadi yang diangkat Menteri Keamanan dalam kabinet pertama RI. Maka, kata Hatta lebih lanjut, data tentara berapa Daidang (batalyon) PETA seluruh Jawa saja tak ada pada para perwira PETA, termasuk Kasman, Abdul Kadir, Djokosuyono, Kaprawi, dan Sutjipto. Keterangan pihak Jepang sendiri mengaburkan. Ada yang bilang 40, ada pula yang mengatakan 80 batalyon. Oleh karena Kaprawi tidak berhasil, maka Hatta memerintahkan Daan Jahja dan Soebianto untuk mempersiapkan pembentukan BKR. (Deliar Noer, Mohammad Hatta, Biografi Politik). Demikian semoga tulisan ini ada gunanya. (gambar atas Tentara PETA sedang latihan di Bogor th 1944).

8 comments:

bentanGWaktu said...

Ass.Wr.Wb.
Pak Rushdy yang terhormat,saat saya membaca tulisan bapak mengenai PETA,saya sedang rehat sejenak ditengah proses editing dokumenter film " PEMBERONTAKAN PETA BLITAR" yang insyaAllah akan ditayangkan saat peringatan pemberontakan PETA, 14 February 2007 yad, di eks asrama PETA Blitar.
Saya serasa mendapatkan energi baru setelah membaca tulisan tulisan bapak.

Wass.Wr.Wb.
ganang@journalist.com

Rushdy Hoesein said...

Yth Mas Ganang, terima kasih komentarnya. Kalau bisa mengambil bahan film (stock footage)dari Nippon Eigasha extra tentang "Tentara Pembela Tanah Air", yang belum didub atau belum dikasi text Belanda. Kalau belum punya silahkan hubungi saya. Juga ada beberapa stock dari film lain sehingga bisa diinsert.

busritoha.blogspot.com said...

Assalamu'alaikum..
Bapak yang terhormat

Saya merasa memiliki spirit baru. Semoga generasi bangsa secara menyeluruh,akan memiliki semangat seperti para pejuang terdahulu. tanpa semangat dan panta menyerah untuk membangun negeri ini, sulit rasanya kemajuan dan kesejahteraan bisa tercapai oleh kita bersama.

terima Kasi tulisannya pak.

Wassalamu'alaikum....

BISNIS PROPOLISKU said...

membaca tulisan bapak ditengah kebingungan mencari bahan ttg peta memberikan tambahan spirit bagi saya...terima kasih banyak pak

Unknown said...

bapak, saya sangat butuh bnyak tentg peta... maklum saya penggemar atribut dan semua tentng militer. mohon bapak bisa membantu... karna saya tahu bapak memiliki sumber lebih daripada saya... terima kasih bapak...

Wachid Shodiq said...

bapak,
saya butuh info mengenai pemimpin pemberotkn PETA di Blitar, dan mengapa mnghilang setlah memimpin pemberontakn ??
mohon lebih jelasnya..........!!!

Endiarto Wijaya said...

Mengapa yang diberi penghargaan sebagai pahlawan hanya Supriyadi? Bagaimana dengan rekan-rekannya yang dipancung di Ereveld?

Beberapa waktu lalu saya mengunjungi lokasi bekas Daidan Blitar namun tidak bisa masuk karena belum benar-benar terbuka untuk umum.

oasis said...

Selamat sore,

Maaf, saya terlambat mengetahui ini.
Mbah saya, Mbah Martoyo, umur sekitar 96 tahun adalah angkatan pertama PETA di Cilacap. Beliau masih sugeng ada di Purwokerto
Bila ada waktu akan saya antar

Saya Wasis, bisa dihubungi di KopiTiam Oey, Kebonsirih Jakarta. Silakan email dulu ke saya di wasis(at)kopitiamoey(dot)com

Wasis