Thursday, June 29, 2006

Pemilu Belanda 1946

Pada tanggal 17 Mei 1946 di Belanda dilaksanakan pemilihan umum untuk Staten General, sejak pukul 8 pagi hingga pukul 17.00 sore. Hasilnya : Partai Buruh mendapatkan 29 korsi, Partai Katholik 32 korsi, Partai Antirevolusioner 13 korsi, Partai Kristen 8 korsi, Partai Kemerdekaan 6 korsi, Partai Komunis 10 korsi dan Staatkundige Gereformeerde Partij mendapat 2 korsi. Dengan demikian kali ini juga terjadi kekuatan berimbang terutama antara partai besar, partai buruh (PVdA) dan partai Katholik (KVP). Sesuai tatakrama pemilu dinegara demokrasi, pada tanggal 18 Mei 1946, Kabinet Schermerhorn berhenti. Seperti biasa pembentukan kabinet baru di Belanda memakan waktu lama, apalagi pada waktu itu kabinet harus menghadapi persoalan pertikaian dengan Indonesia. Tapi karena partai Katholik unggul sudah bisa diperkirakan kabinet koalisi yang muncul, perdana menterinya berasal dari KVP. Yang ditunjuk adalah LJM Beel, yang sebelumnya menjabat menteri dalam negeri dalam kabinet Schermerhorn. Karena ada perbedaan yang amat mendasar untuk penyelesaian dekolonisasi Indonesia antara partai Katholik dan partai buruh, itulah masalah yang akan dihadapi kedua bangsa dan negara Belanda dan Indonesia. Dalam sejarah terpilihnya Beel, menimbulkan politik yang amat kaku, yang tentunya mendatangkan kesukaran baru bagi Letnan Gubernur Jenderal van Mook pada hari-hari mendatang ditahun 1946 dan awal 1947. Bukan hal yang mengada-ngada, terjadilah kompromi antara kedua partai ini untuk mencari jalan keluar menangani masalah Indonesia ini, Maka muncullah ide untuk mendirikan sebuah lembaga yang diberi tugas untuk melanjutkan perundingan Indonesia-Belanda. Lembaga ini dinamakan "Komisi Jenderal". Dalam rapat kabinet tanggal 15 Juli 1946, dibicarakanlah upaya membuat undang-undang untuk pembentukan Komisi Jenderal. Sebagai calon ketua atas usul Ratu, mantan Perdana menteri Schermerhorn lah yang ditunjuk. Hal ini menimbulkan perdebatan yang keras dalam parlemen, karena parrtai Katholik amat keberatan. Rupanya hal ini bisa selesai karena Ratu ikut campur tangan. Akibatnya nanti ketika Persetujuan Linggajati telah diparaf dan akan ratifikasi parlemen Belanda, KVP adalah unsur yang banyak menghambat sehingga memunculkan embel-embel adanya tambahan penjelasan sehingga memunculkan penafsiran secara baru. Sehingga Persetujuan Linggajati yang kembali ke Indonesia dikenal sebagai "Aangeklede Linggajati" atau Linggajati yang diberi baju. Pada tanggal 3 Juli 1946, resmi diumumkan nama-nama menteri kabinet Beel. Yaitu Beel sebagai Perdana Menteri, merangkap menteri dalam negeri. Baron van Boetselaer sebagai men.lu, Jonkman menteri seberang lautan, Fievez sebagai me.pen, Gieben sebagai mentari pendidikan, Drees sebagai men.sos, Mansvelt sebagai menteri pertanian dan perikanan, van Maarsseveen sebagai menteri kehakiman, Lieftinck menteri keuangan, Vos menteri PU, Ringers menteri pembinaan dan van Klefens sebagai menteri negara. Tampak dalam foto Beel (kiri) mengulum senyum tanggung dan Schermerhorn yang memandang masa depan dengan serius karena bertanggung jawab mengemban misi Komisi Jenderal. Disebelahnya van Mook, berusaha mengimbangi sedemikian rupa agar Den Haag adem-adem saja.......(diambil dari berbagai sumber dokumen,)

1 comment:

DCAja said...

great post pak terimakasih!