Friday, February 17, 2012

Persatuan Wartawan Indonesia dan Hari Pers Nasional

Bertempat digedung musium pers Solo (saat ini), pada tanggal 9 Februari 1946, diadakan pertemuan untuk membentuk Persatuan Wartawan Indonesia. Tidak pada saat itu tanggal 9 Februari ditetapkan sebagai Hari Pers Nasional (HPN). Gagasan ini baru muncul pada Kongres Ke-16 PWI di Padang. Ketika itu, bulan Desember 1978, PWI Pusat masih dipimpin Harmoko. Salah satu keputusan Kongres adalah mengusulkan kepada pemerintah agar menetapkan tanggal 9 Februari sebagai HPN. Ternyata semua ini harus menunggu tujuh tahun lagi untuk dapat disetujui. Melalui Surat Keputusan Presiden No. 5/1985, maka hari lahir PWI itu resmi menjadi HPN. Boleh jadi ini merupakan usaha lobi tingkat tinggi Harmoko, yang sejak 1983 menjadi Menteri Penerangan. Sebenarnya 9 Februari 1946 memang punya nilai historis bagi komunitas pers di Indonesia. Sebab, pada hari itulah diselenggarakan pertemuan wartawan nasional yang melahirkan PWI, sebagai organisasi wartawan pertama pasca kemerdekaan Indonesia dan menetapkan Sumanang sebagai ketuanya. Namun, PWI bukanlah organisasi wartawan pertama yang didirikan di Indonesia. Jauh sebelum itu, dizaman Belanda sejumlah organisasi wartawan telah berdiri dan menjadi wadah organisasi para wartawan. Satu di antaranya yang paling menonjol adalah Inlandsche Journalisten Bond (IJB). Organisasi ini berdiri pada tahun 1914 di Surakarta. Pendiri IJB antara lain Mas Marco Kartodikromo yang mengaku muridnya dari Tirto Adhi Surjo, kemudian juga pendiri lainnya adalah Dr. Tjipto Mangunkusumo, Sosro Kartono dan Ki Hadjar Dewantara. IJB merupakan organisasi wartawan pelopor yang radikal, dimana sejumlah anggotanya sering diadili bahkan ada yang diasingkan ke Digul oleh penguasa kolonial Belanda. Selain IJB, organisasi wartawan lainnya adalah Sarekat Journalists Asia (berdiri 1925), Perkumpulan Kaoem Journalists (1931), serta Persatoean Djurnalis Indonesia (1940). Berbagai organisasi wartawan tersebut tidak berumur panjang akibat tekanan dari pemerintahan kolonial. Pada tahun 1984, melalui Peraturan Menteri Penerangan Harmoko (Permenpen) No. 2/1984, PWI dinyatakan sebagai satu-satunya organisasi wartawan atau wadah tunggal, yang boleh hidup di Indonesia adalah PWI. Dan setahun setelah menjadi wadah tunggal, pada 1985 PWI berhasil mengegolkan HPN tersebut. (disarikan dari http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/2001/02/23/0058.html ) Foto diatas adalah peristiwa berdirinya PWI di Solo.

6 comments:

guruh said...

Tugas dunia pers Indonesia akan semakin berat dalam fungsinya sebagai mitra perjuangan kemerdekaan informasi, mendidik rakyat. Dengan kembali diajukannya berbagai ide dan usulan untuk mengekang dunia pers Indonesia, seperti usulan RPM oleh Kominfo baru-baru ini, tidak jauh dengan fungsi Kementrian Penerangan pada zaman orde baru lalu.

Sama seperti negara totaliter lainnya, alasan melindungi rakyat dari informasi "berbahaya" seperti pornografi adalah topeng untuk mengikat dan menelikung kebebasan pers. Kontrol media jika tidak melibatkan dunia pers tidak ada artinya.

Anonymous said...

Ini sejarah PWI, informasi yang berharga. Semoga pers semoga lebih terbuka, jujur, dan lebih mendidik....

Media Kita Yang Berbudaya

Unknown said...

semangat untuk wartawan indonesia

Wartawan = Manusia Super

Notutura said...

Sejarah memang selalu menjadi milik rezim berkuasa (saat itu). Itulah yang membuat kenapa HPN dirayakan tepat tanggal 9 Februari (HUT PWI). Kalau dari runutan sejarah dalam artikel ini, saya menganggap akan lebih bagus jika HPN lebih merujuk pada sejarah pergerakan pers tanah air. Bukan ditantadi dari kelahiran sebuah organisasi. Karena nilai kesadaran perjuangan pers itu lebih utama dari sebuah seremoni kelompok tertentu. Saya akan sependapat jika HPN mengacu pada kelahiran surat kabar Medan Priyai, koran berbahasa melayu pertama di tanah air.Sebagai tanda perjuangan kemerdekaan pers, mengawal masa perjuangan melawan penjajah.

Notutura said...

Sejarah memang selalu menjadi milik rezim berkuasa (saat itu). Itulah yang membuat kenapa HPN dirayakan tepat tanggal 9 Februari (HUT PWI). Kalau dari runutan sejarah dalam artikel ini, saya menganggap akan lebih bagus jika HPN lebih merujuk pada sejarah pergerakan pers tanah air. Bukan ditantadi dari kelahiran sebuah organisasi. Karena nilai kesadaran perjuangan pers itu lebih utama dari sebuah seremoni kelompok tertentu. Saya akan sependapat jika HPN mengacu pada kelahiran surat kabar Medan Priyai, koran berbahasa melayu pertama di tanah air.Sebagai tanda perjuangan kemerdekaan pers, mengawal masa perjuangan melawan penjajah.

Unknown said...

bengkulu sebgai tuan rumah HPN menjadi bukti regional bengkulu menjadi diperhitungkan di tataran yang sewajarnya.Tapi aneh sekaligus mengundang bnyak tanya,hari pers kemudian dijadikan hari kebersihan sejenak,hari penggusuran for a moment,atau hari tragedi terjadinya tangisan antara si pemilik lapak dengan satpol pp.Anehnya lagi ini hanya untuk jangka waktu 10 hari hingga akhinnya HPN berakhir.Kacamata pers lebih tajam melihat sesuatu,regional bengkulu tidak menjadi apa2 dalm sorotan apapun,jawa timur,jawa tengah,dki itu yg selalu tanggap.Ada banyak kasus yang belum terpecahkan hingga di kekinian,korupsi gubernur,korupsi Universitas Bengkulu,IMB,banyak dan sewajarnya pers tidak diam dalam hal ini.atau akhir2 ini yang paling kusoroti kebijakan mendikbud,tentang Uang Kuliah Tunggal,dimana kitanya melihat ketidakadilan pendidikan lagi di indonesia kekinian.
salam dari regional bengkulu